Jakarta – Pemerintah diminta konsisten dalam memberikan bantuan jaring pengaman sosial pada warga yang tidak mudik dan dalam kesulitan ekonomi saat pandemi virus corona Covid-19.
Pemerintah telah melarang masyarakat untuk mudik, pulang kampung, atau apa pun namanya. Dalam konteks pengendalian wabah Covid-19 agar tidak menyebar ke berbagai daerah, kebijakan ini hal yang sejalan dengan protokol kesehatan.
Bahkan putusan larangan mudik, sejatinya terlambat, karena sudah banyak warga yang pulang kampung. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengingatkan masyarakat, jangan mencoba main kucing-kucingan mengambil jalan tikus, untuk mengakali petugas.
“Ini tindakan yang amat membahayakan dirinya, keluarga, masyarakat dan petugas medis di kampungnya,” tutur Tulus dalam siaran pers, Rabu (29/4/2020).
Kasus di Cilacap, 7 (tujuh) orang pemudik yang menggunakan jasa mobil travel, terbukti semua positif Covid-19. “Kalau memang sangat urgen/harus mudik, sebaiknya masyarakat mudik secara legal, dengan mengurus surat-surat yang diperlukan,” sarannya.
Pemerintah diminta konsisten memberikan bantuan jaring pengaman sosial pada warga yang tidak mudik dan dalam kesulitan ekonomi.
Bantuan jaring pengaman sosial harus dalam jumlah cukup memadai, baik untuk logistik dan atau biaya tempat tinggal. Atau dengan cara lainnya yang menusiawi, dan memenuhi standar minimal untuk hidup di kota besar.
YLKI menerima pengaduan masyarakat, dalam rangka PSBB bantuan yang diterima masyarakat hanya senilai Rp 150 ribuan, terdiri atas beras 5 kg, minyak goreng 1 liter, dua bungkus biskuit, dan mi instan.
“Lah.. mana tahan kalau cuma segitu? Padahal awalnya diinfokan bantuannya sebesar Rp 600 ribuan per minggu?,” cetusnya.
Diingatkan kembali, memotong matai rantai persebaran Covid-19 dengan melarang mudik adalah kebijakan yang relevan dengan protokol kesehatan. “Oleh karenanya harus dijalankan secara konsisten, baik oleh masyarakat dan atau pemerintah,” demikian Tulus. (riz)