LBH Ansor Ingatkan Omnibus Law Jangan Rugikan Masyarakat

23 Januari 2020, 23:30 WIB

omnibus law

Jakarta – LBH Ansor meminta Omnibus Law jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia. Omnibus Law bukan hanya sekedar wacana, sebab pemerintah nyatanya sudah hampir rampung menyiapkan model legislasi ini dalam RUU Cipta Lapangan Kerja (RUU CLK).

Sebagai organisasi bantuan hukum yang memiliki komitmen untuk memperjuangkan keadilan bagi masyarakat miskin, marjinal, dan buta hukum, senantiasa mengikuti perkembangan ini dan merasa perlu memberikan sumbang pikiran.

“Kami melihat Omnibus Law ini tidak hanya akan membawa pengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan investasi namun juga akan berdampak besar terhadap sistem hukum dan menentukan hajat hidup orang banyak,” kata Ketua LBH Ansor PW Maluku, M. Syahwan Arey dalam siaran persnya, Kamis 23 Januari 2020.

Dia menyoroti Omnibus Law dalam aspek Formal (Proses Legislasi); dan aspek Material (Substansi Regulasi). Pada aspek formal, disayangkan proses penyusunan RUU CLK yang dilakukan di dalam “ruang tertutup” dengan tidak melibatkan dan mendengarkan aspirasi dari stakeholders.

“Kami bahkan mendengar adanya kabar mengenai kewajiban untuk tidak membocorkan proses dan materi, yang dituangkan dalam suatu non-disclosure agreement,” tandasnys.

Hal tersebut kemudian menghambat publik luas untuk turut mengkaji aspek material dan pada perkembangan selanjutnya bahkan telah menimbulkan kebingungan dan kegaduhan akibat adanya kesimpangsiuran terkait materi regulasi yang beredar di tengah-tengah masyarakat.

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, seluruh jajaran LBH Ansor, dari mulai LBH Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor, LBH Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor, dan LBH Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Ansor, yang terdiri dari 39 (tiga puluh sembilan) kantor di berbagai wilayah di seluruh Indonesia, dengan ini meyampaikan pokok-pokok sikap dan pandangan.

“LBH Ansor mendesak agar proses legislasi dilakukan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel. Proses legislasi tidak boleh dilakukan dalam “ruang tertutup”,” tandasnya.

Pihaknya berpandangan bahwa produk perundang-undangan yang baik tidak mungkin dilahirkan dalam “ruang hampa” dengan tanpa memperhatikan dan mendengar aspirasi publik.

Pihaknya meminta pemerintah dan DPR RI membuka seluas-luasnya ruang pelibatan publik dalam setiap tahapan penyusunan RUU CLK, dari mulai penyusunan di tingkat kementerian sampai dengan pembahasan di DPR RI.

Pelibatan publik ini juga penting untuk menghindarkan adanya kecurigaan-kecurigaan atas vested interests.

LBH Ansor mengusulkan agar pemerintah dan DPR RI terlebih dahulu menyusun dan menyempurnakan naskah akademik RUU CLK yang didasarkan pada suatu kajian normatif dan empirik, dengan melibatkan kalangan akademisi, praktisi, dan stakeholders.

Pihaknya berpandangan, pemerintah dan DPR RI tidak perlu tergesa-gesa dalam mengesahkan dan mengundangkan RUU CLK yang di dalamnya terdapat ratusan pasal yang materi muatannya amat penting dan strategis.

Pemerintah dan DPR RI semestinya dapat menghindari mengulang kesalahan dengan berkaca pada pengalaman dari proses pembahasan RUU KUHP yang mendapat penolakan publik secara luas;

Kalangan akademisi dan praktisi hukum diharapkan terlibat secara lebih aktif dalam meramaikan diskursus mengenai Omnibus Law.

Kajian mengenai Omnibus Law perlu dilakukan secara netral dan obyektif agar masyarakat mampu secara jelas membaca peluang dan tantangan model legislasi ini, terutama pengaruhnya dalam pembangunan sistem hukum Indonesia.

Sepanjang Omnibus Law memberi kemanfaatan pada masyarakat dan bangsa Indonesia , LBH Ansor akan mendukung.

Namun LBH Ansor akan secara tegas menolak jika Omnibus Law hanya akan menguntungkan segelintir kalangan Investor dan justru akan berpotensi merusak lingkungan, meminggirkan nilai-nilai budaya, makin mempersulit kehidupan kaum pekerja, dan merugikan hajat hidup orang banyak. (rhm)

Artikel Lainnya

Terkini