Denpasar– Kopi asal Indonesia tetap diminati pasar Eropa dan Australia meskipun harganya jauh lebih mahal dibanding kopi asal Brazil dan Columbia.
Kepala ITPC Sydney Ayu Siti Maryam menyampaikan itu dalam Talkshow digelar Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bali dengan topik “Peluang dan Tantangan Ekspor Kopi ke Eropa dan Australia” sebagai rangkaian acara “Bali Jagadhita Culture Week 2021” (BJCW 2021), Selasa (5/10/2021.
Ayu Siti Maryam menjelaskan, secara umum, pasar di Eropa dan Australia lebih menyukai impor biji kopi karena mereka sendiri yang akan memanggang biji kopi sesuai selera master roaster.
Hal ini sekaligus untuk melindungi tenaga kerja lokal. Oleh karena itu, bea masuk kopi roasted lebih tinggi dibanding biji kopi.
Ayu menambahkan, peluang ekspor kopi ke Australia sangat terbuka lebar karena bea masuk yang dikenakan sebesar 0% dan sebagian besar masyarakat Australia lebih gemar minum kopi yang dijual di kedai kopi kecil.
Kopi Indonesia sangat diminati oleh penduduk Eropa dan Australia karena kualitasnya lebih tinggi, meskipun harganya lebih mahal dibanding kopi Brazil dan Columbia.
Untuk itu, petani kopi Indonesia harus percaya diri untuk dapat mengekspor ke negara-negara tersebut.
Acara ini dilaksanakan secara daring dan dihadiri oleh Atase Perdagangan Kedubes RI Brussel, Kepala Indonesian Trade Promotion Centre (ITPC) Sydney, Wakil Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), serta UMKM dari wilayah Bali-Nusa Tenggara.
Talkshow bertujuan memberikan pengetahuan terkait permintaan pasar, serta sertifikasi dan standarisasi yang diperlukan untuk menembus pasar ekspor kopi ke Eropa dan Australia.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Rizki Ernadi Wimanda menyampaikan, talkshow bagian dari kegiatan BJCW 2021 yang selaras dengan kegiatan flagship Bank Indonesia yaitu Karya Kreatif Indonesia (KKI) yang mengangkat tema “Sinergi, Globalisasi, dan Digitalisasi UMKM dan Sektor Pariwisata”.
Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia terhadap 63 UKM yang ada di kawasan Bali dan Nusa Tenggara, 56% UKM mengalami penurunan penjualan di semester I 2021.
Pemberlakuan PPKM darurat di bulan Juli memperparah penurunan penjualan menjadi 73%. Sebagian besar (39%) mengalami penurunan antara 20-50%.
Hasil survey juga menyatakan, penggunaan e-commerce dalam penjualan produk ke luar negeri juga masih minim.
Hanya 11% yang memanfaatkan e-commerce lokal dan hanya 2% yang memanfaatkan e-commerce global, seperti AliBaba.com untuk komoditas kopi.
Namun demikian, penurunan ini tidak berpengaruh terhadap UMKM dengan produk berorientasi ekspor khususnya Kopi.
Indonesia menduduki peringkat ke-3 pengekspor kopi terbesar setelah Brazil dan Vietnam, serta produsen kopi terbesar ke-4 di dunia.
Selain itu, Balai Karantina Pertanian Denpasar mencatat ekspor biji kopi Bali pada 2020 mengalami peningkatan cukup signifikan hingga 47% (yoy).
Oleh karena itu, Rizki berharap kegiatan ini dapat memberikan pengetahuan kepada UMKM lokal terkait tren pasar dan standar yang diperlukan untuk mulai bisa mengekspor produk kopi, khususnya ke pasar Eropa dan Australia
Mery Indriasari selaku Atase Perdagangan Brussel), menjelaskan keuntungan yang didapat UMKM jika berhasil masuk ke pasar Uni Eropa adalah sistem single market atau custom union.
Pemasaran sebuah produk tidak hanya ke satu negara saja, tetapi juga ke beberapa negara di Uni Eropa.
Untuk itu, produk yang ingin dipasarkan harus berdaya saing tinggi, terstandarisasi dan mengikuti tren perkembangan dimana produk yang digemari konsumen Eropa saat ini adalah produk yang ramah lingkungan dan sehat.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Pranoto Soenarto berharap talkshow dapat meningkatkan pengetahuan dan minat para pelaku UMKM.
“Khususnya produk kopi untuk melakukan ekspor, serta mengajak stakeholder terkait untuk membantu para pelaku UMKM lokal dalam memasarkan produk-produknya,” imbuh Pranoto. (rhm)***