![]() |
Kuasa hukum PT Geria Wijaya Prestige (GWP), Rudy Marjono/ist, |
Denpasar – Karena tidak ada peserta yang menyetorkan uang jaminan
pelaksanaan lelang tiga SHGB lahan atas nama PT Geria Wijaya Prestige (Hotel
Kuta Paradiso) Kamis, 22 Oktober 2020, di Kantor Pengadilan Negeri Denpasar
dihentikan.
Kuasa hukum PT Geria Wijaya Prestige (GWP), Rudy Marjono, mengungkapkan
panitera PN Denpasar dan KPKNL Denpasar menghentikan proses lelang, karena
tidak ada pihak yang menyetorkan deposit sebagai syarat menjadi peserta
lelang.
“Panitera dan KPKNL bilang dihentikan, karena tak ada yang setorkan deposit
untuk jadi peserta lelang,” katanya dalam keteranganya kepada wartawan, Kamis
(22/10/2020).
Pihaknya menduga, ketiadaan peserta lelang karena obyek yang akan dilelang
KPKNL Denpasar masih ada permasalahan hukum yang belum tuntas hingga kini.
Terlebih, saat ini (PT GWP) selain sedang berproses melakukan gugatan terhadap
pemohon lelang (Alfort Capital Limited). “Kami sendiri juga menghadapi gugatan
perlawanan pihak ketiga (Fireworks Ventures Limited) yang berkepentingan
karena keberatan terhadap lelang tersebut,” katanya.
Terhadap lelang itu sendiri, PT GWP telah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan
Tata Usaha Negara Denpasar terkait adanya sengketa tata usaha melawan KPKNL
Denpasar dengan perkara No. 25/G/2020/PTUN.Dps.
Lelang yang dihentikan itu adalah pelaksanaan lelang kedua setelah pada lelang
pertama 6 Oktober lalu juga dihentikan karena tidak ada pembeli.
Sejak adanya pengumuman lelang pertama, Fireworks Ventures Limited selaku
pemegang hak tagih piutang PT GWP, diketahui telah menyatakan keberatan dan
melakukan perlawanan.
Perlawanan Fireworks didaftarkan di PN Denpasar pada 28/9/2020 dan
teregistrasi dalam perkara perlawanan Nomor : 877/Pdt.Bth/2020/PN Dps.
Sebelumnya, Boyamin Saiman, Koordinator Masyakarat Anti Korupsi Indonesia
(MAKI) mendesak Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) untuk memerintahkan penundaan/penangguhan lelang tiga SHGB PT GWP
karena ada perlawanan dari pihak ketiga serta masih adanya tumpang tindih
sengketa perdata para pihak yang mengklaim mempunyai hak tagih atas piutang
perusahaan tersebut.
Desakan itu disampaikan MAKI lewat sepucuk surat yang ditujukan kepada Menkeu
Sri Mulyani tertanggal 20 Oktober 2020. (rhm)