Jakarta – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendesak Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ditinjau ulang.
Peninjauan ulang perlu dilakukan mengingat, Pasal 52 ayat (1) huruf r dalam perpres ini, merugikan masyarakat dan membuat korban kejahatan seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengungkapkan, pasal tersebut menyebutkan pelayanan kesehatan yang tidak dijamin BPJS adalah pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme dan tindak pidana perdagangan orang.
LPSK Pulihkan Hak 3.692 Korban Pelanggaran HAM Berat, Bukti Negara Hadir
Partogi Pasaribu menegaskan, Pasal 52 ayat (1) huruf r, yang mengatur mengenai manfaat yang tidak dijamin, telah mengabaikan situasi kedaruratan yang mengancam keselamatan korban jiwa tindak pidana karena konsekuensi penolakan jaminan dari BPJS Kesehatan.
“Pasal ini bertentangan dengan UU Perlindungan Saksi dan Korban karena LPSK memberikan perlindungan kepada korban tindak pidana dengan syarat-syarat yang ditentukan UU, termasuk tindak pidana tertentu yang sudah diatur menjadi prioritas perlindungan LPSK,” tegas Edwin di Jakarta, Selasa (25/1-2022).
Pada prinsipnya LPSK keberatan dengan Pasal 52 ayat (1) huruf r, yang mengatur mengenai manfaat yang tidak dijamin BPJS karena sedari awal LPSK memang tidak pernah dilibatkan dalam penyusunannya.
LPSK Ingatkan Potensi Ancaman Pihak yang Tidak Terima terhadap M Kace