Denpasar – Made Emilia Cahyati anak seorang transmigran asal Mamuju, Sulawesi Barat berhasil lulus diterima di Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).
Putri pasangan I Kadek Somadana dan Ni Luh Ernawati berhasil diterima di Program Studi Ilmu dan Industri Peternakan, Fakultas Peternakan UGM.
Prestasi cukup mengagumkan diukir saat masih duduk di bangku sekolah, di tengah hidupnya yang serba kekurangan.
Beasiswa UKT pendidikan unggul bersubsidi 100 persen diterima Made Emilia Cahyati
Dengan Beasiswa tersebut membuatnya tidak lagi memikirkan biaya selama kuliah karena sudah ditanggung UGM.
Sebagai anak buruh yang setiap hari bekerja di lahan sawit di Mamuju, Sulawesi Barat tersebut, Emil (sapaan akrabnya), tidak pernah menyangka akan diterima kuliah di UGM.
Tentu saja, hal ini menjadi kebanggaan menjadi gadis ini. Pasalnya dia menjadi salah satu alumni sekolahnya, SMA 1 Pangale, Mamuju Tengah yang diterima di kampus tersebut.
Sejak di bangku sekolah, dirinya memang bermimpi untuk bisa belajar di sekolah Favorit.
Karena kondisi ekonomi, hal tersebut membuatnya mengurungkan angan besarnya tersebut. Sukarnya langkah yang menghadap membuatnya menjadi gadis yang tangguh.
Diceritakan, selama 45 menit melewati perkebunan sawit ia lakukan setiap hari untuk bisa sampai ke sekolah bersama dengan rekannya.
“Saya bergantian dengan teman setiap tiga hari sekali ganti bawa motor, patungan bensin,” katanya.
Dia kerap mengalami ban bocor di tengah perjalanannya. Kadang-kadang ban bocor, Emil dan kenapa terpaksa datang terlambat sampai ke sekolah.
Jika larangan bocor di jalan, ia menunggu teman satu sekolah lainnya yang melintas untuk membantu mendorong atau ia menelpon ayahnya untuk menjemput.
Semangatnya bisa meraih impian tersebut, dapat dilihat dari berbagai pencapaian yang ia dapatkan. Gadis ini terbilang pandai dalam beberapa mata pelajaran seperti matematika dan juga sastra. Tak jarang dirinya mengikuti berbagai perlombaan dan berhasil menjadi juara.
Di sekolahnya, dirinya sering menjadi langganan juara kelas dengan berhasil mencapai peringkat tiga besar.
Emil juga sempat mendapatkan pengalaman manis ketika menjadi juara 1 lomba matematika dalam olimpiade Sains Nasional Tingkat Mauju pada tahun 2023 silam.
Selain pandai dalam angka, dirinya juga mengklasifikasikan siswa kreatif dengan menulis cerpen pada Festival Lomba Siswa Nasional (FLS2N) jenjang SMA tingkat Kabupaten Mamuju Tengah.
Berbagai macam perlombaan tersebutlah yang membawa kini bisa berlangganan pendidikan dan menjadi mahasiswa UGM tanpa tes. Ia yakin jika akan ada hasil selama mau berusaha.
“Dari awal memang saya sudah niat mau masuk UGM karena Yogyakarta terkenal dengan pendidikannya. Dulu saja sekolah SMP saya termasuk daerah 3T. Lalu SMA saya tidak masuk daftar ranking 1000 SMA terbaik di Indonesia, paling tidak saya bisa masuk ke kampus favorit,” katanya.
Kebahagiaan terlihat dari keluarga sekitar, terutama sang kakek, Made Yarnita (69). Hal tersebut mengingatkannya pada saat dirinya mengadu nasib sebagai seorang transmigran pada tahun 1983 naik kapal dari Buleleng, Bali bersama dengan ratusan keluarga lainya.
Dia berkisah jika kenangan tersebut tak akan pernah hilang untuk bisa mencukupi kehidupan sehari-hari sebagai buruh tukang kayu.
Sang kakek, Made Yarnita (69) nampak sumringah melihat sang cucu melanjutkan kuliah di kampus UGM. Meski ia tak tahu banyak soal pendidikan.
Namun Yarnita ingat persis bagaimana tahun 1983 ia mengajak istri dan anaknya baru satu, Kadek umur 3 tahun, berangkat naik kapal dari Buleleng, Bali, merantau ke Mamuju sebagai transmigran bersama ratusan kepala keluarga lainnya.***