Mantan Bupati Sleman Ditahan Atas Dugaan Korupsi Hibah, Kuasa Hukum Prihatin Kondisi Kesehatan dan Pertanyakan Dasar Tuduhan

Kuasa hukum menyesalkan penahanan mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo, oleh Kejari Sleman atas dugaan korupsi dana hibah pariwisata tahun 2020

31 Oktober 2025, 05:12 WIB

Sleman – Penahanan mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo, oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman atas dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pariwisata tahun 2020 menuai penyesalan dari pihak kuasa hukum.

Penahanan yang dilakukan pada Selasa (28/10/2025) setelah pemeriksaan maraton selama sekitar sepuluh jam, dari pukul 09.00 hingga 19.20 WIB, dinilai mengabaikan kondisi kesehatan klien yang memburuk.

Dalam rilis resmi, tim kuasa hukum menegaskan Sri Purnomo hadir memenuhi panggilan penyidik dalam kondisi yang tidak prima.”

Klien kami sedang mengidap penyakit Diabetes Melitus dan memiliki kista di hati (Complex Cyst hepar lobus dextra) berdasarkan hasil pemeriksaan MRI. Namun, permohonan kami agar klien tidak ditahan tidak dipertimbangkan pihak kejaksaan,” ujar Soepriyadi, salah satu kuasa hukum, pada Kamis (30/10/2025).

Penahanan ini memunculkan keprihatinan mendalam, mengingat riwayat medis mantan kepala daerah tersebut.

Selain masalah kesehatan, kuasa hukum juga secara keras mempertanyakan dasar tuduhan “memperkaya diri atau orang lain” yang dialamatkan kepada Sri Purnomo.

Soepriyadi menyatakan, selama proses hukum berjalan, tidak ada satu pun bukti atau saksi yang menunjukkan kliennya menikmati dana hibah pariwisata tersebut.

Pihak kuasa hukum melontarkan pertanyaan yang menggugah nurani, menyoroti konteks kebijakan bantuan saat pandemi:

“Jika klien kami dianggap memperkaya masyarakat penerima hibah, pertanyaannya adalah sekejam itukah negara melalui aparat penegak hukum menjadikan seorang bupati tersangka karena mengambil kebijakan memberi bantuan kepada masyarakat terdampak Covid-19?” tegas Soepriyadi

Soepriyadi menambahkan, pelaksanaan hibah pariwisata di Kabupaten Sleman telah berjalan sesuai Petunjuk Teknis (Juknis) dan sepenuhnya dikelola oleh Tim Pelaksana yang dibentuk melalui Surat Keputusan.

Ia menjelaskan, segala keputusan, termasuk besaran dana, telah melalui kajian dan analisis Tim Pelaksana. Oleh karena itu, Sri Purnomo dinilai tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.

Secara hukum, tanggung jawab ikut beralih kepada Tim Pelaksana. Pelimpahan wewenang tersebut sesuai ketentuan Pasal 1 angka 23 Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

“Dengan demikian, jelas bahwa klien kami tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas pelaksanaan hibah pariwisata,” pungkasnya.

Kuasa hukum berharap pihak Kejaksaan dapat mempertimbangkan kembali penahanan dan dasar hukum yang digunakan dalam kasus ini, terutama dengan menimbang kondisi kemanusiaan dan aspek kebijakan publik di masa darurat.

“Dengan demikian, jelas bahwa klien kami tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas pelaksanaan hibah pariwisata,” tutup Soepriyadi.

Kejari Sleman sebelumnya menyebutkan bahwa kasus ini memiliki indikasi kerugian negara sebesar Rp10,95 miliar, berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY.

Penahanan dilakukan karena kekhawatiran tersangka melarikan diri, merusak barang bukti, atau mengulangi tindak pidana, yang diancam pidana penjara minimal lima tahun.***

Berita Lainnya

Terkini