Masyarakat Desak Pemindahan 10 Napi Teroris dari Lapas NTT

7 Juni 2018, 08:33 WIB
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus (kiri) didampingi anggota tim lainnya Luis Balun (kanan berbatik) saat memberi keterangan pers usai bertemu Kakanwil Hukum dan Ham NTT dan mendesak memindahkan 10 narapidana teroris dari NTT. Foto diabadikan Rabu 6 Juni 2018. 

KUPANG– Masyarakat Nusa Tenggara Timur mendesak Gubernur Frans Lebu Raya segera memindahkan 10 narapidana teroris (napiter) yang sedang berada di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) setempat.

Hal itu penting bagi provinsi berkarakter kepulauan itu, untuk memastikan tidak berkembangnya sel-sela baru teroris di daerah itu.

 “Kami minta agar gubernur segera bertemu Menteri Hukum dan HAM dan meminta agar ditarik kembali 10 orang narapidana itu dari lapas NTT,” kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus kepada wartawan di Kupang usai bertemu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Yudi Kurniadi, Rabu (6/6/2018).

 Menurut dia akan ada ekses yang timbul di tengah masyarakat berupa gangguan psikologis hingga keamanan dan ketertiban antarmasyarakat. Hal itu terjadi karena masyarakat menjadi cemas dengan kehadiran para narapidana teroris itu.

Kondisi keakraban dan toleransi antarmasyarakat yang selama ini ada mulai tergerus. Masyarakat mulai membangun benteng kecurigaan kepada warga lain yang berbeda aliran dan atau berwajah baru.

“Bisa dibayangkan kalau di tengah kelompok masyarakat yang ada teenyata ada yang berwajah lain, tentunya akan ada perlakuan lain terhadap wajah baru itu,” katanya yang saat itu didampingi Anggota TPDI NTT Lisu Balun.

Diakuinya, ada jaminan dari pihak lembaga pemasyarakatan melalui  Kakanwil Hukum dan HAM NTT dengan memperketat pengamanan dalam pembinaan di lapas, namun  hal itu tidak bisa sepanjang masa.

“Di markas Brimob Kelapa Dua Depok yang super ketat saja jebol kok,” katanya. Tak ada cara lain lanjut Petrus, Pemerintah NTT melalui Gubernur harus segera meminta pemerintah pusat untuk segera menarik para napiter itu dan dipindahkan ke tempat lain.

“NTT janganlah dijadikan sebagai basis penitipan napiter,” katanya. Fakta yang terjadi lanjutnya, sasaran aksi terorisme yaitu rumah ibadah yang dalam hal ini gerrja, pimpinan jemaat dan kepolisian.

“Nah kita di NTT mayoritas kristen tentulah warga khawatir dan cemas,” katanya.

Meskipun tak merinci berkiblat kemana 10 narapidana itu namun yang pasti akan sangat mencemaskan.

“Teroris itu tak pernah pikir dia mati. Dia hanya pikir kapan dia bisa mati di hadapan banyak orang,” katanya. Dari 10 narapidana tipiter yang berasal dari Jakarta, Sulteng, Lampung dan NTB itu saat ini dititip di Lapas Kupang, Lapas Atambua di Kabupaten Belu, perbatasan RI-Timor Leste, Lapas Alor di Kabupaten Alor Pulau Alor, Lapas Ende di Kabupaten Ende Pulau Flores serta Lapas Waikabubak Kabuoaten Sumba Barat Pulau Sumba. (arh)

Berita Lainnya

Terkini