Media Audio Visual Kerap Lahirkan Citraan Mencekam di Masyarakat

21 Maret 2019, 07:42 WIB
Workshop Seni Media di Bentara Budaya Bali

Denpasar – Pegiat seni yang Kepala Pengelola Bentara Budaya Bali Warih Wisatsana mengungkapkan kegusaran terhadap fenomena perkembangan media audio visual yang menyuguhkan realitas imajiner yang seolah nyata dari kenyataan sebenarnya.

Hal itu disampaikan Warih, saat Workshop Seni Media bekerja sama dengan Bentara Budaya Bali dan SEHATI Films yang berlangsung 21 – 24 Maret 2019. Pada tahun 2019 ini, kegiatan dilangsungkan di empat kota, yakni Bandung, Tanggerang Selatan, Surabaya dan Bali.

Lokakarya sebagai upaya memperkenalkan ragam video art, kreativitas, dan kerja seni, berikut penggalian wacana dalam konteks yang lebih luas, internasional.

Menurut Farih, tujuan kegiatan semacam ini, menemukan perspektif baru bagi generasi muda kini di tengah penggunaan video dan teknologi canggih semata hanya untuk memuaskan gaya hidup dan hal-hal yang cenderung tidak kreatif.

“Hal ini berangkat dari kesadaran bahwa media-media modern audio-visual, terlebih televisi, media online, cenderung lebih menyuguhkan realitas imajiner, dunia rekaan yang seakan-akan lebih nyata dari kenyataan yang sebenarnya,” katanya.

Tak heran, bila citraan-citraan semu ini ‘mencekam’ sebagian masyarakat dengan aneka peristiwa rekayasa yang manipulatif atau ‘hoax’, dipenuhi sosok-sosok ‘fiktif’ yang tiba-tiba menjadi figur-figur publik.

Disamping itu, hal-hal sebaliknya terjadi, di mana tokoh dan pelaku sesungguhnya malah terpinggirkan, tak memperoleh pemberitaan yang adil dan semestinya.

Editing dan framing atau pembingkaian yang (sengaja) tak akurat, membuahkan sederet gambar yang bersifat mimikri dan cenderung mengelabui, mungkin elok dan molek, namun sesungguhnya berlebihan.

Giliran berikutnya, karena tampil berulang secara ritmis dan sugestif, gambar-gambar itu seolah menjelma mantra yang lambat laun ‘menyulap’ penonton, terutama pemirsa televisi, pengguna dunia maya dan gawai dari sang subyek yang merdeka berubah menjadi obyek yang tersandera.

“Tanpa kontrol publik yang berarti, media-media tersebut seringkali terbawa hanyut ke dalam pusaran realitas virtual ciptaannya sendiri, entah karena pertimbangan rating atau perolehan iklan, akhirnya tergelincir menjadi media partisan yang tak jelas juntrungannya,” demikian Warih.

Workshop mengusung tajuk “Sisi Bali”, lokakarya kali ini berfokus pada pembekalan dan praktik seputar Video Editing, Estetika Video Art, Kolaborasi Intermedia. Selaku narasumber yakni Bandu Darmawan (seniman visual dan video art), Dr. I Wayan Kun Adnyana (Kurator, Dosen FSRD ISI Denpasar) dan Hanne Ara (sutradara, editor).

Selain itu, hadir pula perupa Nyoman Erawan yang turut berbagi perihal pengalamannya sebagai seorang kreator yang kerap kali mengaplikasikan seni multimedia atau video art dalam bidang seni rupa.

Seni media dapat diartikan sebagai gabungan dari seni visual dan teknologi atau sebuah karya seni yang berbasis pada teknologi digital.

Pada lokakarya kali ini bukan semata menguraikan pemanfaatan teknologi IT terkini, melainkan juga mengedepankan pendalaman pengalaman sewaktu proses cipta serta bagaimana dalam video yang pendek, kuasa menampilkan keutuhan visual dan menyampaikan pesan yang esensial sebagaimana diharapkan. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini