![]() |
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian didampingi Gubernur Bali I Wayan Koster mendukung RUU Provinsi Bali |
Jakarta – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan dukungan kepada upaya Gubernur Wayan Koster bersama masyarakat Bali untuk memperjuangkan RUU Provinsi Bali. Pihaknya akan serius dan bersungguh-sungguh untuk mendukung RUU Provinsi Bali.
“Kalau bisa, RUU ini masuk prolegnas 2020,” tegasTito Karnavian, di depan Gubernur Koster, didampingi DPR RI Perwakilan Bali, DPD RI Perwakilan Bali, DPRD Bali, para Bupati dan Walikota, Para Rektor di Universitas di Bali, tokoh lintas agama, tokoh masyarakat dan elemen masyarakat Bali lainnya, Kamis (5/12/2019).
Tito melihat, Rancangan UU Provinsi Bali akan memberikan ruang gerak untuk Pemerintah Provinsi Bali, dalam mengembangkan potensi wisata budaya dan kearifan lokal untuk berkontribusi terhadap PAD maupun devisa negara.
Kemudian memberikan ruang gerak yang lebih leluasa kepada otoritas Bali untuk mengembangkan potensi budaya yang khas dan kearifan lokal, tetapi dalam rangka kebhinekaan, toleransi sesuai dengan semangat Pancasila dan UUD 1945.
“Diuraianya, hanya 39 pasal, tidak juga memberatkan keuangan negara, justru dengan adanya keleluasan itu justru turis lebih banyak datang sehingga akan memberikan kontribusi devisa, pajak, dan lain-lain untuk kepentingan bukan hanya Bali, tapi juga kepentingan daerah lain di Indonesia,” tutupnya.
Menteri Tito meminta Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri RI, Dirjen Hukum dan Biro Hukum Kemendagri berserius dan sungguh-sungguh ikut berjuang supaya RUU Provinsi Bali masuk Prolegnas 2020.
“Indonesia ini, berutang dari Bali. Ini dukungan dan tujuannya agar Undang-Undang Provinsi Bali bisa dibahas dalam Prolegnas. Sekarang Negara Kesatuan Republik Indonesia, di bawah UUD 1945,” tegas dia.
Dari segi hukum saja, keberadaan Provinsi Bali ini (berdasar UU No 64 Tahun 1958) menjadi tidak tepat. “Ini salah satu alasan yang menjadi alasan UU Provinsi Bali di bawah UUD 1945,” tandas Tito.
Setelah melaksanakan audensi dengan Menteti Dalam Negeri, Gubernur Koster beserta rombongan selanjutnya melaksanakan audensi dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly untuk menyampaikan aspirasi masyarakat Bali mengenai RUU Provinsi Bali sekaligus menyerahkan dokumen Usulan Draft RUU Provinsi Bali dan Naskah Akademik.
Dikatakan Koster, audensi ini dalam rangka menyampaikan aspirasi masyarakat Bali mengenai RUU Provinsi Bali sekaligus menyerahkan dokumen Usulan Draft RUU Provinsi Bali dan Naskah Akademik yang sudah disiapkan selama 1 tahun.
Berbagai komponen masyarakat Bali sejak tahun 2005 menginginkan agar Provinsi Bali dipayungi undang-undang yang bisa dipakai untuk memperkuat keberadaan Bali dengan kekayaan dan keunikan adat-istiadat, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal yang telah terbukti menjadi daya tarik masyarakat dunia.
Saat ini Provinsi Bali dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur; yang masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Materi dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan Koster sudah kurang sesuai lagi dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta kurang mampu mengakomodasi kebutuhan perkembangan jaman dalam pembangunan daerah Bali.
RUU Provinsi Bali ini sudah pernah dipaparkan/disosialisasikan dihadapan Anggota DPR RI Dapil Bali, Anggota DPD RI Dapil Bali, Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Bali, Bupati/Walikota se-Bali, Ketua DPRD Kabupaten/Kota se-Bali, Ketua Lembaga Organisasi Keumatan semua Agama se-Bali, dan Tokoh masyarakat se-Bali.
Pemaparan dan sosialisasi secara terbatas sudah dilaksanakan sebanyak dua kali: tanggal 16 Januari 2019 di Kantor Gubernur Bali dan tanggal 23 November 2019, di Ruang Gajah, Kediaman Gubernur Bali.
Koster nenyatakan,semua pihak sangat mendukung dengan tanda tangan dari Anggota DPR RI Dapil Bali, Anggota DPD RI Dapil Bali, Pimpinan DPRD Provinsi Bali, Bupati/Walikota Se-Bali, dan Ketua DPRD Kabupaten/Kota Se-Bali, serta Pimpinan Lembaga Keumatan semua umat beragama, dan Rektor Perguruan Tinggi di Bali.
Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini menambahkan, dasar Pertimbangan RUU Provinsi Bali yakni keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, antar sesama manusia, dan antara manusia dengan alam lingkungannya berlandaskan filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal Bali.
NIlai-nilai itu adalah sumber utama kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan masyarakat Bali (Sad Kerthi) perlu dipelihara, dikembangkan, dan dilestarikan secara berkelanjutan.
Pembangunan Bali harus diselenggarakan secara terpola, menyeluruh, terencana, terarah, dan terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Bali yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan;
“Masyarakat Bali memiliki adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal yang adiluhung sebagai jati diri yang mengakar dalam kehidupan masyarakat serta menjadi bagian kekayaan kebudayaan nasional sesuai sesanti Bhinneka Tunggal Ika,” terangnya.
Gubernur asal Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng ini, mengungkapkan, pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah Bali harus memerhatikan potensi daerah dalam bidang pariwisata dengan keindahan alam, kekayaan budaya, kearifan lokal, kondisi geografis dan demografis.
Juga, tantangan yang dihadapi dalam dinamika masyarakat dalam tataran lokal, nasional, dan internasional, untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat Bali dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan nilai-nilai Pancasila 1 Juni 1945;
Pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi Bali selama ini belum sepenuhnya menjamin pelestarian adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal sebagai jati diri masyarakat Bali dan belum mampu mencegah dampak negatif terhadap lingkungan sebagai akibat pemanfaatan ruang yang tidak terkendali.
“Terjadinya ketimpangan perekonomian antarwilayah di Provinsi Bali, dan ketidakseimbangan pembangunan antarsektor sehingga menyulitkan terwujudnya kesejahteraan masyarakat Bali secara adil dan merata,” ungkapnya.
Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), tidak sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan dan perkembangan politik, ekonomi, sosial-budaya, potensi daerah, serta kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi, dalam rangka menciptakan otonomi daerah yang berdaya saing, sehingga perlu disesuaikan.
Koster memohon agar Rancangan Undang-Undang Tentang Provinsi Bali dapat dimasukkan dalam Daftar Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2020,” imbuhnya.
“Kepada masyarakat Bali, sebagai orang Bali, dari daerah manapun datangnya, dari suku dan agama apapun, dan semua elemen masyarakat yang hidup dan mencari kehidupan dari Alam dan Budaya Bali saya menghimbau agar kompak,” tegasnya. (rhm)