Ilustrasi/dok. |
Jakarta – Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati harus melakukan
perubahan paradigma dan kinerja ekonomi dan tidak berapologisasi atas buruknya
kinerja ekonomi di tahun 2020.
Dampak pandemi Covid-19 yang dianggap menjadi penyebab ekonomi Indonesia
mengalami kemerosotan tajam, justu memberikan kesan dirinya tidak melakukan
apapun.
“Padahal, kondisi ekonomi Indonesia sejatinya juga tidak bergerak sama sekali
selama hampir 6 tahun terakhir atau sebelum adanya pandemi Covid-19,” sebut
Ekonom Konstitusi Defiyan Cori dalam siaran pers diterima Kabarnusa.com, Sabtu
10 April 2021.
Menurutnya, seorang Menteri yang menerima mandat sebagai pembantu Presiden
untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi dibidang tertentu haruslah pribadi
yang solutif dan bertanggungjawab.
“Tidak tepat, kalau kemudian menimpakan kesalahan atas hasil kinerja buruk
perekonomian yang dicapai selama Tahun 2020,” tukas Defiyan.
Tidak semua negara juga mengalami kondisi ekonomi terburuk selama masa pandemi
Covid19, seperti negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yaitu Laos, Kamboja
dan Vietnam yang mampu mencapai pertumbuhan ekonomi positif.
Kata Defiya, Laos, justru dimasa pandemi pada Tahun 2020 mampu mencapai
pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2 persen.
Kemudian Vietnam tumbuh sebesar 2,91 persen untuk setahun penuh, atau lebih
tinggi dibandingkan dengan perkiraan (estimasi) median 2,8 persen dalam survei
yang dilakukan oleh Bloomberg.
Dengan melihat gambaran di negara Asian itu, artinya, pandemi Covid19
berpengaruh hanya sebesar 2-3 persen saja terhadap jalannya perekonomian kedua
negara tersebut.
Sementara Indonesia dalam masa pandemi Covid19 terjadi kemerosotan ekonomi
sebesar -2,07, yang berarti berpengaruh buruk sebesar 6-7 persen lebih
terhadap capaian pertumbuhan ekonomi atau terus menurun secara kuartalan
maupun tahunan 2020.
Untuk itu, Sri Mulyani harus keluar dari kerangka pemikiran buku teks (text
book thinking).
Mantan Direktur Bank Dunia itu harus melakukan perubahan paradigmatik sistem
ekonomi nasional melalui reformulasi kebijakan ekonomi arus utama saat ini
serta penganggaran pembangunan bangsa dan negara sesuai Pasal 33 UUD 1945.
Melalui perubahan paradigmatik atas sistem ekonomi inilah yang telah mampu
menghela dan mendongkrak kinerja perekonomian 4 (empat) negara ASEAN yang
dahulu tertinggal pada tahun 1980-an karena konflik di dalam negerinya.
Kecuali Myanmar yang juga sudah mulai mencapai pertumbuhan terbaik, namun
diganggu oleh adanya instabilitas politik, yaitu kudeta pemerintahan oleh
pihak militer.
Jika mengacu pada kestabilan politik dan keamanan yang dikondisikan semasa
Presiden almarhum Soeharto memimpin, maka pertumbuhan ekonomi bisa tercapai
10,92 persen pada Tahun 1970.
Jika hal ini dapat dikelola juga Presiden Joko Widodo, kata Defiyan, bukan
tidak mungkin selama 1-2 tahun perekonomian Indonesia akan tumbuh dan maju,
tentunya dengan skala prioritas yang terarah dan terukur, bukan seperti saat
ini. (rhm)