Menteri Marwan Siap Kupas UU Desa di Bali

17 Desember 2014, 08:05 WIB
Menteri Desa Marwan Jafar @2014

YOGYAKARTA – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,  Marwan Jafar siap membedah peluang dan tantangan penerapan  UU No 6/2014 tentang desa di Bali. Marwan hadir pada Lokakarya “Peluang dan Tantangan Pemerintah Daerah dalam Implementasi UU No 6/2014 tentang Desa” yang digelar di di Hotel Harris, Kuta Galeria Bali, pada 18 Desember 2014 besok.

Selain Marwan, dijadwalkan hadir anggota DPR RI Budiman Sujatmiko dan sosiolog Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito. Lokakarya difasilitasi Institut for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta akan melibatkan kalangan peneliti serta perwakilan-perwakilan dari pemerintah daerah dan jaringan IRE yang mempunyai perhatian khusus tentang isu-isu desa.

“Dengan UU desa, akan terjadi perubahan besar di daerah yang harus dimanfaatkan oleh semua pihak,” jelas Direktur IRE, Krisdyatmiko dalam keterangan resminya diterima Kabarnusa.com Rabu (17/12/2014). Bagi pemerintah daerah, upaya melakukan penataan desa terbuka lebar dan memiliki pijakan hukum yang kuat.

Pasal 7 (1) UU No 6/2014 menjelaskan bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota dapat melakukan penataan desa. Penataan ini berdasarkan hasil evaluasi tingkat perkembangan pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7 (3) menegaskan bahwa ada beberapa tujuan dalam penataan desa yaitu untuk mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa; mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Selain itu, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik; meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan desa dan meningkatkan daya saing desa.

Pasal lain yang harus dicermati adalah Pasal 5 Undang-Undang No 6/2014 yang  menyatakan bahwa “Desa berkedudukan di wilayah kabupaten/kota.” Pasal ini menegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki peran dan kewenangan dalam mendorong pembangunan di desa.

Sayangnya, PP No 43/2014 yang menjadi turunan dari UU No 6/2014 tidak memberi penjelasan lebih rinci tentang apa dan bagaimana kedudukan desa di wilayah kabupaten/kota tersebut. Kata dia, Pasal 5 ini juga berimplikasi dalam banyak hal misalnya dalam aspek kewenangan, anggaran, dan pengawasan/pembinaan.

“Lokakarya dimaksudkan mendapatkan kejelasan mengenai berbagai masalha tersebut,” tambah Krisdyatmiko. Pada akhir lokakarya akan dirumuskan agenda aksi yang akan dijadikan masukan kepada Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.

Agenda itu juga menjadi acuan bersama dalam mensinergikan gerakan masing-masing daerah dan Lembaga Swadaya Masyarakat pada penerapan UU Desa. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini