KUTA – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan lautan Indonesia menjadi masa depan bangsa karena itu harus dijaga dengan baik sehingga ikan-ikan yang ada di laut harus senantisa ada dan banyak.
“Percuma lautnya ada kalau tak ada ikannya,” tegas Susi kepada wartawan di sela Konferensi Internasional Inisiatif Transparansi Perikanan (FITI) ke-2 yang berlangsung di Padma Resort Badung, Kamis (27/4/17).
Konferensi diikuti 350 perserta dari dalam dan luar negeri ini dihadiri pula Menteri Keuangan dan Ekonomi Republik Islam Mauritania El Moctar Ould Djay, Menteri Pertanian dan Perikanan Seychelles Michael Benstrong serta Ketua Penasehat Internasional FITI Peter Eigen yang memberikan pandangan terkait pengelolaan perikanan secara transparan.
Menteri Susi merasa perlu memberikan klarifikasi atas informasi adanya ribuan nelayan yang menganggur serta ratusan kapal tidak melaut. Susi minta penangkapan ikan jangan sampai merusak dengan alat tangkap yang merusak lingkungan.
“Kita harus bersyukur ikan di laut Indonesia masih banyak. Untuk itu ini harus dijaga dengan baik,” pintanya. Menyinggung banyak kapal-kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia diakui tidak terlepas dari masih terjadinya kongkalikong, banyaknya mafia yang berkeliaran di laut.
Dikatakannya, selama beberapa dekade, laut menjadi gelap karena ulah mereka. Kini kita buat laut menjadi terang. Dalam kesempatan itu, Menteri Susi juga berbicara keras soal cantrang (alat penangkapan ikan yang bersifat aktif dengan pengoperasian di dasar atau menyentuh dasar perairan).
Kata Susi, pengoperasian alat ini berpotensi mengganggu dan merusak ekosistem substrak tempat tumbuhnya organisme atau jasad renik yang menjadi makanan ikan. Selain itu cantrang juga dapat menjaring berbagai jenis ikan dengan berbagai ukuran, sehingga menyebabkan produktivitas dasar perairan berkurang.
Mengacu hasil penelitian IPB tahun 2009 tercatat hasil tangkapan dengan cantrang hanya menghasilkan 51 persen ikan target dari 9 spesies. Selebihnya 49 persen by catch (hasil tangkap sampingan) berupa bibit-bibit ikan yang belum tumbuh.
Karananya, nelayan diminta menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan, dengan kriteria menurut code of conduct for responsible fisheries (CCRF) dari FAO yaitu mempunyai selektivitas tinggi, tidak membahayakan nelayan, produksi tidak membahayakan konsumen.
Selain itu, menghasilkan by catch yang rendah, tidak memiliki atau berdampak rendah terhadap biodiversity, tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi dan dapat diterima secara sosial. KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) menyatakan siap bahwa Indonesia akan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang transparan.
Indonesia menekankan bahwa pengelolaan perikanan secara transparan didasarkan tiga piliar yaitu kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan melalui penerapan good governance dan komitmen yang kuat.
Indonesia selama ini telah mendapat predikat sebagai negara yang mendorong transparansi dalam pengelolaan perikanan secara berkelanjutan melalui pelaksanaan list of license holder, perizinan kapal, data tangkapan, angka ekspor dan impor produk perikanan. (rhm)