Menyusuri Perjalanan Indonesia dalam Lensa Meneer Belanda

28 Mei 2014, 10:32 WIB
Pemeran foto di Rumah Topeng dan Wayang Setiadharma Kubu Bingin Cultural Village, Gianyar (Foto:KabarNusa)

KabarNusa.com, Gianyar – Penjajahan Belanda memang meninggalkan luka mendalam di hati masyarakat Indonesia namun begitu ada sisi-sisi positif yang perlu diungkap bagaimana kontribusi kolonial terhadap perjalanan sejarah bangsa. Dalam karya dokumentasi fotografi Jean Demenni, tergambar bagaimana perjalanan bangsa ini lahir di bawah kolonialisme Belanda hingga meraih kemerdekaan yang bisa jadi luput dari perhatian sejarah.

Karya-karya monumental fotografer asal Belanda yang hidup pada era 1866-1939 dapat dilihat di Rumah Topeng dan Wayang Setiadharma Kubu Bingin Cultural Village Desa Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar, Bali. Masyarakat berbagai latar belakang mulai akademisi, budayawan, birokrasi, tokoh masyarakat dan lainnya, antusias menyimak detil demi detil karya Demenni.

Tak ketinggalan, para ekspatriat dan wisatawan asing asal Eropa dan khususnya Belanda, memberi apresisasi positif terhadap upaya yang dilakukan Rumah Topeng, menampilkan karya-karya langka yang jarang terekspos ke publik.

Dalam pameran yang berlangsung 26 Mei sampai 26 Juni itu, ratusan karya Demenni dipajang yang mengambil latar belakang dan seting sejarah di seluruh penjuru Tanah Air, dari Aceh sampai Papua.

“Kita mengapresiasi karya Demenni, karena dia melihat Indonesia bukan seperti kaca mata juru potret yang lain, dia lihat Indonesia seperti itu, jadi mengingatkan kembali kita pada masa itu” kata peneliti Arsip Nasional Mona Lohanda di Gianyar belum lama ini.

Demenni mengangkat, bagaimana kekayaan dan keindahan alam masyarakat yang hidup di pedesaan persawahan dan perkebunan. Terlihat alat transportasi massal kereta api yang begitu dekat dan populer, menjadi bagian penting masyarakat yang dilupakan pemerintah.

Demikian juga, diangkat pemandangan yang sudah terkontaminasi kena polusi industrialisasi. Meskipun, industri yang berkembang meskipun kemudian hanya menguntungkan kepentingan penjajah dan segelintir elit lokal.

“Tetapi jangan lupa di situ ada rakyat kita, jadi kita tidak lepas dari periode, kita ada di situ, itu yang mereka lupa,” katanya mengingatkan.

Karenanya, jangan mempersepsikan semua negatif terhadap masa Belanda karena masyarakat Indonesia ada dalam bagian itu.

Dia melanjutkan, beberapa hal penting yang tidak bisa dilupakan dari kehadiran kompeni, kata Mona, yakni memperkenalkan moderninasi seperti kesehatan, sekolah, rumah sakit, birokrasi semua Belanda yang memulai.

“Sekarang birokrasi yang dipadukan gaya feodal, pun dengan transportasi. Kereta api Belanda yang bikin lalu kita buang, nah sekarang kita pontang panting bikin kereta api,” ucap peneliti senior yang bekerja di beberapa lembaga asing itu.

Dengan kata lain, Mona ingin menegaskan bahwa penjajahan itu tidak selalu berarti buruk. Buruk dalam pengertian bangsa dieksploitasi, hasil bumi kekayaan alam diambil diekspor untuk mereka.

“Harus diingat, kita juga ikut di situ, bukan menikmati tetapi kita ada di bagian dalam proses itu,” tandasnya.

Ketika ada ekplorasi tambang di Muara Enim misalnya, bangsa ini juga ada belajar di sana. Masyarakat juga belajar menjadi masinis yang mengajari orang Belanda dan seterusnya.

Kata Mona, dalam melihat hubungan antar manusia dalam periode itu, tidak bisa dilihat secara hitam putih. Sebab, bangsa Indonesia ada dalam proses perjalanan sejarah itu sebagaimana dilukiskan dalam foto-foto meneer Belanda tersebut. (rma)

Berita Lainnya

Terkini