Meskipun Tidak Signifikan ‘Work From Bali’ Berdampak Positif Bagi Perekonomian Daerah

22 Juni 2021, 23:56 WIB

Capacity Building Media Juni yang diselenggarakan Bank Indonesia
Provinsi Bali, di Denpasar, Selasa (22/6/2021)/Kabarnusa.

Denpasar – Upaya yang kini digerakkan pemerintah pusat termasuk BUMN
melalui Work from Bali meskipun tidak signifikan namun memberikan dampak
positif bagi perekonomian di Pulau Seribu Pura.

Dekan FEB Undiknas, Prof. Ida Bagus Raka Suardana, menyampaikan itu pada acara
Capacity Building Media Juni yang diselenggarakan Bank Indonesia Provinsi
Bali, di Denpasar, Selasa (22/6/2021).

Kegiatan dipandu, Tim Pengembangan Ekonomi Kantor BI Perwakilan Bali Donny
Haetubun dengan narasumber Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Bali Rizki Ernadi Wimanda.

Menurut Suardana, Bali tidak bisa menggantungkan nasib pada kedatangan wisman.
Bali harus bergerak dengan sektor lain dari pariwisata. Selama pandemi
Covid-19, pariwista Bali tidak bisa diharapkan seperti dahulu.

Seiring pandemi pula, diharapkan secara bertahap orang bisa melakukan
perlintasan hingga ke Bali. Karenanya, upaya Work From Bali mengajak
masyarakat atau pemerintah bekerja atau berkegiatan di Bali, jelas memberikan
dampak positif bagi perekonomian daerah.

Lantas, ada yang menilai gerakan Work from Bali, tidak berguna atau tidak
cukup efektif atau memberi efek besar bagi perekonomian.

“Dalam ilmu manajemen, seberapapun ada tambahan masukan, terima saja, kalau
ada Work From Bali, tamu menginap, hotel membutuhkan pegawai dari mana,
makanan yang itu didapat dari petani lokal, memang tidak signifikan tetapi
positif,” tegasya lagi.

Pada bagian lain, Suardana menambahkan, sejumlah sektor ekonomi mesti digenjot
seperti Pertanian, Kelautan, Perkebunan dan ekonomi Kreatif bisa jadi ladang
bagi ekonomi di Bali.

“Masa depan pariwisata Bali belum bisa dipastikan, Bali harus bergerak mencari
sumber ekonomi selain pariwisata,” kata pria yang menamatkan program doktoral
di Universitas Airlangga ini.

Disebutkan, sejumlah sektor yang memiliki peluang seperti UMKM, pertanian,
kelautan hingga industri. Dikatakan, menggalakkan ekspor kerajinan, kelautan
hingga pertanian menjadi solusi bisa dilakukan Bali untuk keluar dari krisis.

Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Rizki Ernadi Wimanda
membeberkan kebijakan moneter Bank Indonesia di masa Pandemi Covid-19. Dalam
melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut kerangka kerja
Inflation Targeting Framework (ITF).

Kebijakan moneter, lanjut dia, merupakan instrumen penting dalam mempengaruhi
suku bunga dan nilai tukar. Ditegaskan Rizki, kebijakan moneter saja tidak
cukup karena harus didukung kebijakan makro prudensial seperti saat menghadapi
krisis moneter.

Ia melanjutkan, ITF merupakan suatu kerangka kerja (framework) dengan
kebijakan moneter yang diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang
ditetapkan ke depan dan diumumkan kepada publik sebagai perwujudan dari
komitmen dan akuntabilitas bank sentral.

Fungsi Bank Indonesia untuk memelihara kestabilan nilai Rupiah. Sebagaimana
tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana
diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7,”
katanya.

Guna mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia sejak 1 Juli 2005 menerapkan
kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF).

Dikatakan, ITF telah diimplementasikan dengan menggunakan suku bunga kebijakan
sebagai sinyal kebijakan moneter dan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
sebagai sasaran operasional. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini