MK Kabulkan Judicial Review BPR Lestari Bali, Miliki Hak Sama dengan Bank Umum

1 Oktober 2021, 14:26 WIB

 

bpr%2Blestari
Tim Kuasa Hukum PT BPR Lestari dari Sari Law Office saat menyampaikan
keterangan pers perihal putusan Mahkamah Kontitusi yang mengabulkan
judicial review/Dok.Istimewa

Denpasar – Perjuangan PT BPR Lestari Bali melalui Kuasa Hukum I Made Sari dkk (Sari Law Office) yang mengajukan permohonan  Judicial Review Pasal 12A ayat (1) Undang-Undang Perbankan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membuahkan hasil dengan dikabulkannya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan hak uji material atau judicial review dengan nomer register 102/PUU-XVIII/2020. Putusan tersebut diucapkan pada Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada Rabu, 29 September 2021.

Founder & Managing Partner I Made Sari M.H, CLA menyatakan,dalam amar putusannya, Majelis Hakim MK Majelis Hakim menilai Pasal 12A ayat (1) UU 10/1998 memerlukan kepastian hukum agar tidak terjadi multitafsir.

“Serta demi persamaan perlakuan pelelangan kepada BPR di seluruh daerah secara nasional, termasuk perlakuan yang sama antara BPR konvensional dan BPR Syariah,” ujar Made Sari mengutip putusan MK dalam salinan putusan yang telah diterimanya saat konferensi pers, Jumat (1/10/2021). 

Kata Sari, Majelis Hakim MK menegaskan frasa “Bank Umum” dalam Pasal 12A ayat (1) UU 10/1998 haruslah dimaknai “Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat”, sebagaimana pertimbangan hukum poin [3.16] dalam putusan tersebut.

Sekarang, BPR sudah memiliki kedudukan yang sama dengan Bank Umum, Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah terkait agunan yang diambil alih (AYDA). 

Hal ini, lanjut Sari, merupakan ‘angin segar’ bagi BPR di seluruh Indonesia, terutama pada kondisi saat ini yang berakibat pada sepinya minat calon pembeli melalui lelang.

Para Kuasa Hukum Pemohon sangat menghormati putusan Majelis Hakim MK, yang telah memberikan putusan yang seadil-adilnya.

Meski pemerintah dan DPR dalam keterangannya menyebut Pemohon tidak memiliki Legal Standing dan tidak ada kerugian konstitusionalitas Pemohon. 

Sari mengungkapkan, sejak tahun 1992, hak BPR untuk membeli agunan kredit macet melalui lelang seperti dimiliki bank umum lainnya, tidak didapatkan. 

“Sehingga BPR tidak bisa bisa membeli agunan kredit macet melalui lelang seperi bank umum, kredit macet dari BPR saat pembeli lelang tidak , tidak bisa diselesaikan kreditnya” tandas Sari didampingi Nyoman Yudara dan pengacara lainnya dalam keterangan pers di kantor Sari Law Office komplek Pertokoan Sari Winangun Jalan Gunung Tangkuban Perahu No.54 Denpasar.

Dijelaskan, awalnya BPR Lestari memberikan kuasa, meskipun awalnya pihaknya ingin Perbarindo Bali yang memberikan.Hanya saja karena terkait organisasi butuh proses waktu sementara kepentingan mendesak sehingga BPR Lestari yang mengajukan judicial review.

Putusan penting MK itu dinilai sebagai babak baru, era baru bagi BPR untuk dapat menjalankan bisnis usaha perbankan yang diperlakukan sama antara BPR dan bank umum oleh negara.

Diakuinya, untuk  mendapatkan putusan yang cukup adil itu, membutuhkan perjalanan cukup panjang sampai satu tahun. Meskipun, pihaknya punya keyakinan majelis MK akan memberikan putusan yang adil karena dia melihat ada perlakuan tidak adil.

“Meskipun sebenarnya dalam sidang di MK, keterangan DPR, pemerintah, ahli pemerintah kompak bersikap bahwa permohonan judicial review BPR Lestari itu, bukan ranahnya MK.

Alasan yang disampaikan. masalah itu pada tingkat pelaksanaan UU sehingga kewenangannya berada di PTUN. Kendati begitu, ada juga yang sependapat dengan pemohon yakni OJK, karena sebenarnya OJK telah mengeluarkan surat bahwa BPR, boleh membeli agunan melalui lelang.

“Kami tim hukum bekerja keras, agar bisa membuktikan dalam menghadirkan ahli, membuat kesimpulan, meyakinkan hakim bahwa persoalan BPR diperlakukan berbeda dari bank umum dalam rangka menyelesaikan kredit macet, itu yang kami perjuangkan,” tandasnya lagi.

Dengan adanya putusan MK ini, sejak 29 September lalu, BPR sudah diakui haknya sama seperti bank umum dapat membeli agunan melalui lelang.

“Saya konfirmasi ke Kantor Lelang apakah putusan MK sudah direspon, tadi saya dapat kabar Kantor Lelang sudah membuka diri yang selama ini, BPR dilarang sebagai peserta lelang, sekarang Kantor Lelang sudah mengizinkan  artinya mengikuti putusan MK, ” tandas advokat senior ini.

Pada bagian lain, Sari menambahkan, dampak positif dari putusan MK ini, BPR dapat merencanakan bahwa kredit terkatung-katung ini tidak akan ada. Karena, jika tidak ada peserta pembeli lelang, BPR dapat mengambilalih.

“Dari sesi negatifnya, dalam artian agak berat, BPR harus mencairkan agunan itu dalam batas waktu satu tahun, harus bisa dijual, nah itulah persoalannnya,” imbuhnya. (rhm)

 

 

 

Berita Lainnya

Terkini