Moeldoko Harap Masyarakat Tingkatkan Produktivitas di Sektor Pertanian

Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko mewanti-wanti jangan sampai Indonesia mengalami krisis pangan. Ia pun meminta seluruh elemen masyarakat mulai mempersiapkan diri. Yakni, dengan meningkatkan produktivitas di sektor pertanian dan melakukan diversifikasi pangan. 

1 Agustus 2022, 12:28 WIB

Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko mewanti-wanti jangan sampai Indonesia mengalami krisis pangan. Ia pun meminta seluruh elemen masyarakat mulai mempersiapkan diri. Yakni, dengan meningkatkan produktivitas di sektor pertanian dan melakukan diversifikasi pangan. 

Moeldoko menegaskan ini, saat membuka diskusi bersama ratusan stakeholder yang bergerak di bidang pangan, dalam program KSP Mendengar yang digelar secara daring, Senin (1/8/2022). 

“Sembilan belas juta orang di dunia mengalami kurang gizi. Tiga ratus sembilan puluh empat juta masyarakat global sedang kesulitan dalam sektor pangan. Menghadapi situasi ini kita ngapain? Ini yang harus kita cari solusinya,” ujar Moeldoko. 

Malaysia Kembali Terima PMI, KSP: Tetap Berpegang pada Komitmen MoU

Moeldoko mengatakan, saat ini ketersediaan pangan domestik masih sangat baik. Dalam tiga tahun terakhir, sebut dia, produktivitas di sektor pertanian terutama pada komoditas beras mengalami surplus. Sehingga kebutuhan konsumsi nasional tercukupi.

“Perubahan iklim dan cuaca bisa menyebabkan kondisi gagal panen. Perubahan geopolitik global, bisa membuat negara-negara produsen komoditas pangan menghentikan ekspornya, dan menyebabkan kenaikan harga energi sehingga terjadi konversi dari makanan menuju energi karena kebutuhan kapital,” sambungnya. 

Moeldoko yang juga Ketua Umum HKTI ini menilai, Indonesia masih diuntungkan oleh kondisi iklim dan cuaca. Di mana, fenomena La Nina atau fenomena curah hujan tinggi yang terjadi saat ini,  berdampak positif pada sektor pertanian, yakni tidak mengalami gagal panen. Namun di sisi lain, Indonesia juga terkena dampak terjadinya geopolitik global. Seperti konflik Rusia-Ukraina dan persoalan politik di Belarus. 

Kinerja Penjualan Ritel di Bali Lampaui Capaian Nasional

“Konflik Rusia-Ukraina membuat kita tidak bisa impor gandum. Padahal kebutuhan kita sebesar 30 persen. Persoalan politik di Belarus, membuat kita harus impor pupuk dari negara lain dengan harga lebih tinggi. Belum lagi kenaikan harga minyak dunia yang membuat situasi semakin sulit. Ini tantangan dan harus kita cari solusinya,” tuturnya. 

Ia menegaskan, pemerintah sudah bekerja keras untuk mengantisipasi terjadinya krisis pangan akibat perubahan iklim dan geopolitik global. Seperti melakukan diversifikasi pangan, optimalisasi pupuk bersubsidi agar tepat sasaran, hingga kebijakan politik anggaran untuk ektensifikasi lahan-lahan pertanian.

“Untuk diversifikasi pangan, saya sudah mengawali menanam sorgum di NTT. Dan ternyata dalam kondisi yang kering, sorgum bisa tumbuh dengan  subur. Nah, kita perlu mencari altrnatif-alternatif pangan baru untuk menggantikan beras,” jelasnya. 

Moeldoko Rangkul Guru Agama Waspadai Wabah Intoleransi dan Radikalisme di Sekolah

Pada kesempatan itu, Moeldoko juga banyak mendengar dan menampung aspirasi stakeholder terkait upaya peningkatan produktivitas pangan. Seperti kemudahan perizinan pengembangan varietas benih baru, penyelesaian konflik lahan-lahan pertanian dan perkebunan, serta optimalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) untuk mengatasi permainan tengkulak. 

“Kami harap pemerintah melestarikan KUD demi mencapai kesejahteraan petani. Selama ini, petani lebih banyak menjual hasil tanam ke tengkulak meski harga rendah,” ujar Nanang Bona petani asal Yogyakarta. ***

Berita Lainnya

Terkini