DENPASAR – Pembangunan monumen Jagaraga dinilai penting sebagai pengingat akan sejarah yang melatarbelakangi masyarakat di Buleleng sebagai bagian dari daerah di wilayah Bali utara yang memiliki sejarah dalam perang melawan penjajah.
“Ada sejarah perjuangan yang sangat heroik di Buleleng. Latar bekang ini yang kemudian mendorong masyarakat setempat untuk segera mewujudkan monumen perang itu,” jelas Wakil ketua DPRD Bali dari dapil Buleleng, I Nyoman Sugawa Korry belum lama ini.
Diketahui, Monumen perang Jagaraga di Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Buleleng akhirnya selesai dibangun. Monumen ini mulai dibangun Agustus 2016, dengan anggaran dari Pemerintah Provinsi Bali. Monumen yang tingginya 15 meter itu dibangun di lahan seluas 0,5 hektar.
Di Monumen dibuat patung dua tokoh pejuang perang Jagaraga, yakni Gusti Ketut Jelantik (Mahapatih Kerajaan Buleleng) dan Jro Jempiring. Kedua tokoh dari trah Semeton Arya Pangalasan ini memegang peran penting dalam Perang Puputan Jagaraga melawan Belanda tahun 1849.
Sugawa bercerita dengan runut proses perencanaan pembangunan monumen tersebut. Sugawa Korry adalah salah satu aktor di balik suksesnya pembangunan monumen tersebut. Menurut dia, masyarakat setempat sudah mengusulkan kepada pemerintah daerah setempat untuk membangun monumen ini sejak tahun 2007. Namun, tak junjung direalisasikan karena kendala anggaran.
Sugawa mulai memperjuangkan pembangunan monumen itu pada tahun 2015. Itu bermula saat ia melakukan reses di desa Jagaraga pada Juni 2015. Pada saat itu, melalui Sugawa Korry, mereka menyampaikan permintaan kepada pemerintah Provinsi Bali untuk membangun Monumen Perang Jagaraga.
Aspirasi itu, menurut Sugawa Korry, sudah ditindaklanjutinya bersama koleganya di DPRD Bali ke pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Sosial. Sekretaris DPD Partai Golkar Provinsi Bali ini mengatakan, rencana membangun monumen itu tidak bisa direalisasikan pada tahun 2015 karena keterbatasan anggaran APBD Kabupateb Buleleng.
Dikatakan, rencana membangun monumen itu sempat ada kendala. “Reses kami yang kedua di Jagaraga, dapat info bahwa pemkab Buleleng hanya alokasikan Rp 7 Milyar untuk thn 2016, sedangkan provinsi sudah alokasikan Rp Milyar.
Tentu kami tidak sependapat. Kami kontak Sekda Bulelemg agar di APBD Buleleng 2016 dianggarkan sama dengan BKK provinsi sebesar Rp 15 Milyar. Astungkare setuju dan dianggarkan sama. “Akhirnya dengan anggaran tersebut monumen bisa selesai tepat waktu. Astungkara, Monumen perang Jagaraga sudah selesai dibangun,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pada 9 Juni 1848 terjadi peperangan heroik yang dilakukan rakyat Jagaraga dalam mengusir penjajah Belanda. Pada saat itu, masyarakat Jagaraga yang berjumlah 2000 orang, 35 brahmana, 3 orang pedanda dan 165 bangsawan berhasil memukul mundur 3000 pasukan penjajah Belanda, dengan menewaskan 200 tentara Belanda dan 12 perwira Belanda.
Rakyat Buleleng dibawah kepemimpinan I Gusti Jelantik akhirnya berhasil memenangkan peperangan. Selanjutnya pada 1849, dengan melibatkan sekitar 9000 tentara, 89 kapal perang dan persenjataan modern, pemerintah Belanda kembali melakukan penyerangan balasan ke Buleleng, dan akhirnya berhasil membumihanguskan Buleleng.
Berdasarkan latar belakang sejarah tersebut, perjuangan heroik dalam perang di Buleleng merupakan sejarah pertama masuknya penjajah Belanda ke Bali.
“Karena itu, untuk mengenang perjuangan heroik rakyat Buleleng maka perlu dibangun monumen perang itu. Kita harapkan monumen perang itu akan menjadi ikon Kabupaten Buleleng. Dengan dibuatnya Monumen perang Jagaraga, masyarakat dapat menghargai jasa dan pengorbanan para pejuang masa silam,” ujarnya.
Pembangunan monumen itu hendaknya menjadi spirit dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Nilai kepahlawanan itu sangat berguna untuk menjiwai kita. Itu kita warisi untuk menghadapi berbagai tantangan ke depan.
“Kita harus belajar dari para leluhur kita bagaimana mereka menjaga martabatnya, menjaga harga dirinya, menjaga tanah airnya, menjaga keluarganya, menjara rakyatnya, bahkan rela mengorbankan jiwa dan raganya,” demikian Sugawa. (gek)