Mudik Konstitusi: Sebuah Refleksi Hakikat Tanggung Jawab Negara

Mudik tidak hanya sebagai momentum bagi jutaan warga untuk pulang kampung dan bersua dengan keluarga, fenomena ini kini dimaknai lebih luas oleh TM Luthfi Yazid sebagai simbol perjalanan menuju hakikat tanggung jawab negara.

2 April 2025, 05:05 WIB

JakartaMudik, tradisi masyarakat Indonesia yang menjadi ciri khas akhir bulan Ramadan, kembali menjadi sorotan.

Tak hanya sebagai momentum bagi jutaan warga untuk pulang kampung dan bersua dengan keluarga, fenomena ini kini dimaknai lebih luas oleh TM Luthfi Yazid sebagai simbol perjalanan menuju hakikat tanggung jawab negara.

Dalam tulisannya, Luthfi Yazid, Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI), menyebut bahwa mudik bukan sekadar tradisi, tetapi sebuah cerminan janji konstitusional yang harus ditegakkan.

Pembukaan UUD 1945, kata Yazid, telah menetapkan kebahagiaan sebagai tujuan penting kemerdekaan, namun hal itu hanya dapat terwujud dengan adanya keadilan yang berlandaskan kepastian hukum.

Ia menekankan, konstitusi telah menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan.

Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak-hak rakyatnya—termasuk kebebasan berekspresi, transparansi pembentukan regulasi, dan penegakan hak asasi manusia.

Mengutip perspektif beberapa tokoh seperti Martin Heidegger, Nurcholish Madjid, dan Emha Ainun Nadjib, Luthfi Yazid memperkenalkan konsep “mudik konstitusi.”

Sebuah panggilan bagi penguasa untuk kembali kepada fitrah sebagai penyedia tanggung jawab rakyat sesuai mandat konstitusi demi terciptanya keadilan bagi semua.

Luthfi Yazid menyimpulkan bahwa mudik konstitusi bukanlah sekadar pilihan, melainkan keharusan bagi para pemimpin bangsa.

“Ini adalah tiket sekali jalan tanpa opsi kembali,” katanya, menegaskan pentingnya komitmen terhadap konstitusi demi masyarakat yang berbahagia.***

Berita Lainnya

Terkini