KabarNusa.com – Bali sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga tak luput dari agresi kolonial Belanda. Sejarah mencatat kendati akhirnya gugur di medan perang namun sosok Pahlawan I Gusti Ngurah Rai menjadi simbol perjuangan rakyat Bali hingga titik darah penghabisan. Ngurah Rai membuktikan kecintaan dan rasa patriotisme terhadap Tanah Air dalam mempertahankan kemerdekaan.
Gugurnya Ngurah Rai yang terakhir mendapat gelar Pahlawan nasional dengan pangkat Brigjen Anumerta, meninggalkan kisah yang tak pernah habis. Namanya menginspirasi perjuangan tidak hanya bagi keluarga dan keturunannya namun juga generai penerus di Pulau Seribu Pura.
Sebagai bentuk penghormatan atas jasanya pula, nama Ngurah Rai dijadikan nama jalan hingga bandara intenternasional. Ngurah Rai gugur pada 20 November 1946 dalam peperangan Puputan Margarana yang oleh sebagian sejarahwan disebut pula Perang Bali.
Ngurah Rai lahir 17 Januari 1917 setelah beranjak pemuda mulai terlihat kecerdasan dan jiwa kepemimpinannya, Bahkan, dia satu-satunya putra Bali yang berhasil masuk ke Akademi Militer Belanda sampai kemudian meraih pangkat Kapaten.
Diceritakan I gusrti Ayu Inda Trimafu Yuda (38) salah seorang cucu Ngurah Rai, sang kakek setelah menikah dengan Desak Putu Kari (90) dan dikaruniai tiga anak harus sudah berperang angkat senjata.
Tiga anak Ngurah Rai yakni I Gusti Ngurah Yudana, I Gusti Ngurah Tantra dan I Gusti Ngurah Alit YUdha. Kendati merindukan keluarga dan anak-anaknya yang masih kecil namun panggilan perjuangan membela Tanah Air lebih kuat sehingga dia rela meninggalkan keluarganya.
Bersama pasukannya, semasa zaman pergerakan, Ngurah Rai memimpin perjuangan gerilya dari satu tempat pindah ke tempat lainnya.
“Beliau sebagai Komandan Resimen Sunda Kecil yang menjadi cikal bakal Kodam IX Udayana sekarang,” tutur Ayu Inda baru-baru ini.
Suatu kali, dia dibujuk oleh komandan tentara Hindia Belanda agar menyerah dan bersedia melepaskan Bali dari NKRI. Sang komandan itu, merupakan sahabat Ngurah Rai yang pernah berperan mengusir Jepang dari Indonesia.
Kendati bersahabat namun dalam hal prinsip Ngurah Rai bergeming tidak mau menyerah apalagi menyangkut NKRI.
“Ngurah Rai tidak mau berkompromi dengan Belanda dengan mengatakan, Bali bukan tempat berkompromi,” sambung Ayu Inda. Apa yang disampaikan itu bersumber dari referensi buku-buku sejarah termasuk cerita orang tua dan kearabat seperjuangan Ngurah Rai semasa hidup.
Menggalang kekuatan pemuda untuk berperang mengusir penjajah bukanlah perkerjaan mudah di tengah tekanan dan intimidasi yang cukup kejam dari Belanda.
Bahkan, dalam sautu kisah, pemuda yang ketahuan memakai pin atau lencana merah putih maka diperintahkan lencana itu agar ditelan. Kini setiap peringatan Hari Pahlawan, seluruh keluarga besar Pahlawan Bali itu, memanjatkan doa bersama dan mengunjungi makam Ngurah Rai untuk mengenang jasa-jasanya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, (rma)