KUDUS – Sekretaris Dewan Kehormatan MUI Pusat, Dr. H. Noor Ahmad mengatakan Pancasila sebagai “kalimatun sawa” karena paling sesuai dengan bangsa Indonesia bisa diterima oleh semua kalangan. Hal itu disampaikan dalam kegiatan yang digelar di Universitas Muria Kudus (UMK), Sabtu (29/4/17).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menggelar Sekolah Islam Kebangsaan bertajuk “Merajut Islam Wasathiyah, Memperkuat Pancasila dan NKRI”. MUI menggandeng Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UMK dan Majelis Pemuda Islam Indonesia (MPII) Kabupaten Kudus.
Dalam acara dibuka Rektor UMK, Dr. Suparnyo Noor Ahmad mengutarakan, Indonesia saat ini diterpa oleh berbagai ideologi, baik dari Barat maupun Timur. “Namun Indonesia memilih Pancasila sebagai kalimatun sawa,” katanya di depan ratusan peserta.
Pancasila sebagai kalimatun sawa’, menurutnya paling sesuai dengan bangsa Indonesia, karena bisa diterima oleh semua kalangan. “Di luar itu, Pancasila juga memperhatikan keberagaman yang ada,” ungkapnya.
Sekretaris Dewan Kehormatan MUI Pusat, Dr. H. Noor Ahmad hadir dalam acara yang menghdirkan pembicara Dr. Rozihan M.Ag (pengurus wilayah Muhammadiyah Jateng), Dr. Subarkah SH. M.Hum (dosen Fakultas Hukum UMK), dan Joko Tri Haryanto M.Si (peneliti Balai Litbang Kemenag Semarang).
Rozihan dalam materinya berjudul “Memahami Komunisme” mengutarakan, gerakan komunisme saat ini, tidak sama dengan dulu. “Bangkitnya PKI saat ini melalui isu Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Kalau dulu, melalui gerakan bersenjata dan kekerasan,” katanya.
Sedang ciri-ciri komunisme yang gampang dipahami, yaitu ateis (tidak mengimani adanya Tuhan), kurang menghargai manusia sebagai individu, dan mengajarkan pertentangan kelas. “Selain itu, komunisme menghendaki revolusi terus menerus,” terangnya.
Narasumber lain, Subarkah, mengemukakan, Indonesia merupakan negara plural dengan keyakinan yang beragam dianut rakyatnya. Enam agama resmi yang diakui Indonesia, yaitu Islam, Katholik, Protestan, Hindu, Budha dan Kong Hu-Chu.
Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia. Kendati begitu, ekspresi sosio kultural dan politik kaum muslimin tidak pernah tunggal, tetapi sangat beragam. “Indonesia adalah mozaik kepulauan, etnisitas, agama, serta budaya yang indah dan menawan keragaman itu terjaga dan terpelihara dengan baik,” paparnya.
Sedang Joko Tri Haryanto, pada kesempatan itu mengulas mengenai “Islam Wasathiyah: Islam Keindonesiaan dan Tantangannya”. Dia mengatakan, Islam masuk ke Indonesia dengan cara damai oleh Walisongo dengan strategi budaya.
“Islam Indonesia adalah Islam wasathiyah, yaitu berakar pada teologi Ahl al-Sunnah wal-Jamaah, menyeimbangkan antara nalar dan teks, tidak ekstrem, menghargai kemajemukan, dan mengutamakan harmoni,” jelasnya.
Di tengah-tengah kegiatan Sekolah Islam Kebangsaan itu, diisi pula dengan deklarasi Majelis Pemuda Islam Indonesia (MPII) Kabupaten Kudus dipimpin Sugiyono.
Ada tiga poin penting yang dibacakan dalam deklarasi itu; MPPI bertekad membentengi dan mengawal Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika; Memperkuat visi Islam yang berkeindonesiaan, penuh rahmat, toleran, berkemajuan dan kerakyatan; dan Siap melanjutkan tugas keulamaan dengan memperkuat komitmen tafaqquh fi al-din. (des)