![]() |
Ketua OJK Perwakilan Bali Zulmi (kiri) mengatakan, tantangan dihadapi industri perbankan termasuk Badan Perkreditan Rakyat (BPR), akan semakin berat dan kompetitif. |
KabarNusa.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta mempersiapkan diri menyambut era perdangan bebas dalam masyarakat ekonomi Asean (MEA) pada tahun 2015.
Ketua OJK Perwakilan Bali Zulmi mengatakan, tantangan dihadapi industri perbankan termasuk Badan Perkreditan Rakyat (BPR), akan semakin berat dan kompetitif.
Apalagi, dengan makin dekatnya pemberlakuan MEA di semua negara ASEAN termasuk Indonesia, maka tidak ada kata lain, perbankan termasuk BPR harus mempersiapkan diri dengan baik.
Meskipun sebenarnya, perbankan baru bergabung ke MEA tahun 2020 namun dari sekarang harus mempersiapkan diri untuk menerapkannya.
“Ke depan BPR seperti di Bali akan menghadapi tantangan kondisi ekonomi global yang makin kompetitif seiring pemberlakukan MEA,” tegasnya di Denpasar, Selasa (23/12/2014.
Perbankan harus meningkatkan kompetensi utamanya dari sisi sumber daya manusia (SDM). Semua harus bisa menjalankan fungsi dan tugasnya secara benar seperti komisaris, pemegang saham dan direksi
“kita tahu komasaris merupkan perpajangan tangan bank dan pemilik untuk melakukan fungsi pengawasan internal,” paparnya.
Selain itu, komisaris juga menjadi perpanjangan tangan OJK. Dengan begitu, mereka diharapkan bisa melakukan pengaweasan terhadap operasional BPR secara benar.
Mengacu pada PP Nomoor 20 tahun 2014, yang mulai berlaku tahu 2015 maka sudah disepaki aturan main, bagaimana kegiatan BPR dijalankan.
Bagaimana operasonal BPR diatur seperti dari aspek kecukupan, pengurus, besarnya modal harus diperhatikan.
Diakuinya, masih ada beberapa BPR yang fungsinya belum berjalan dengan baik. KOmisaris yang ditunjuk sebagai pengawasan termasuk meluruskan kebijakan dan direksi yang melaksanakan namun dalam prakteknya komisaris turut campur dalam operasional BPR.
“Masih ada komisaris yang terlibat kegiatan operasional bank, maka bagaimana cara kita ke depan bisa kembali ke khitah, masing-masing kembali pada tugas dan fungsinya masing-masing,” tambahnya.
Dalam pandangan peneliti perbankan senior Gede Made Sadguna, industri perbankan seperti BPR sarat dengan risiko dalam pengelolaan keuangan. Karena itu, bank harus benar-benar menerapkan prinsip prudensial agar aman dan mendapatkan kepercayaan publik.
Dia mengingatkan, fungsi bank tidak hanya mengejar keuntungan namun juga berfungsi secara ekonomis sosial di dalamnya.
Selain itu, bank juga menjalankan media transmisi moneter dan intermediasi yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi tinggi lewat bank.
Untuk itu, BPR sebagai institusi keuangan yang memiliki banyak tuntutan dari berbagai pihak berkepentingan, perlu menyiapkan diri dengan kapasitas SDM yang unggul serta sistem yang bisa diandalkan.
Bagaimana, BPR dikelola dengan sistem dan cara-cara good corporate governance (GCG), agar bisa memenuhi fungsinya pada saat sama juga bisa dilakukan dengan cara-cara prudential dan etis.
Sejauh ini, memang belum ada aturan formal yang dipakai untuk menilai kinerja BPR kecuali dengan sistem rating BPR.
Didalamnya, mencakup aspek manajemen yang masihb banyak ruang untuk penyempurnaan lagi. Harapannya prinsip GCG dilaksanakan secara maksimal sehingga pihak berkepntingan bisa mendapatkan manfaat yang maksimal juga. (rhm)