Jakarta – Sebanyak 328 pelaku jasa keuangan di Pasar Modal dijatuhi sanksi administratif berupa denda total sebesar Rp22,37 Miliar selama tahun 2024 ini.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, Aman Santosa menyampaikan rilis usai Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2 Mei 2024.
Lebih lanjut, kata Aman Santosa, selama tahun 2024, OJK telah mengenakan Sanksi Administratif atas pemeriksaan kasus di Pasar Modal kepada 55 Pihak yang terdiri dari Sanksi administratif berupa denda sebesar Rp22.375.000.000.
Kemudian, OJK menjatuhkan 14 Perintah Tertulis, 1 Pencabutan Izin Orang Perseorangan, dan 2 Peringatan Tertulis
“Serta mengenakan Sanksi Administratif berupa denda atas keterlambatan dengan nilai sebesar Rp33.829.160.000 kepada 328 pelaku jasa keuangan di Pasar Modal,” sebut Aman Santosa.
Selain itu, 56 Peringatan Tertulis atas keterlambatan penyampaian laporan, serta mengenakan 2 Sanksi Administratif berupa Peringatan Tertulis atas Selain Keterlambatan.
Perkembangan Pasar Modal dan Bursa Karbon (PMDK)
Aman Santosa mengungkapkan, tekanan di pasar saham global turut berdampak pada pasar saham domestik di bulan April 2024, dengan IHSG terkoreksi 0,53 persen ytd ke level 7.234,20 (melemah 0,75 persen mtd)
Kemudian, nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp12.077 triliun atau naik 3,45 persen ytd, serta membukukan net buy sebesar Rp7,95 triliun ytd.
Pelemahan terjadi diantaranya di sektor teknologi serta transportasi dan logistik (secara ytd). Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi harian pasar saham tercatat Rp11,63 triliun ytd.
Pada pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI melemah 0,33 persen ytd ke level 373,40. Secara ytd, yield SBN secara umum naik rata-rata sebesar 41,77 bps di seluruh tenor dengan non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp52,19 triliun
Untuk pasar obligasi korporasi, investor non-resident juga mencatatkan net sell sebesar Rp1,41 triliun ytd.
Pada bagian lain, OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga stabil dengan kinerja intermediasi yang kontributif.
Diuraikan Aman Santosa, kondisi tersebut didukung oleh likuiditas yang memadai dan tingkat permodalan yang kuat di tengah peningkatan ketidakpastian global akibat ketegangan geopolitik dan trajectory penurunan inflasi yang berada di bawah ekspektasi pasar sehingga menimbulkan tekanan di pasar keuangan.
Dicontohkan, Amerika Serikat (AS), Gross Domestic Product (GDP) AS melambat sebesar 1,6 persen qtq (sebelumnya: 3,4 persen), yang merupakan penurunan terendah dalam dua tahun terakhir, disebabkan oleh peningkatan impor yang signifikan
“Meskipun demikian, kinerja ekonomi AS masih menunjukkan tanda-tanda penguatan yang lebih tinggi dari ekspektasi,” imbuhnya
Hal ini mendorong kembalinya ekspektasi suku bunga high/er for longer sehingga pasar memprediksi probabilitas pemotongan Fed Funds Rate (FFR) semakin menurun
Berbeda dengan The Fed, Europan Central Bank (ECB) dan Bank of England (BOE) dihadapkan dilema antara pertumbuhan yang rendah dan inflasi yang masih tinggi di Kawasan Eropa, namun pasar mengekspektasikan BOE dan ECB akan memilih menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ***