Jakarta– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan komitmennya dalam menjaga stabilitas industri keuangan digital, terutama dalam penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
OJK juga menghormati proses hukum yang tengah dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan pelanggaran ketentuan Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 mengenai kartel suku bunga di industri Pindar.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agus bahwa penetapan batas maksimum suku bunga oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebelum diterbitkannya SEOJK No. 19/SEOJK.06/2023 adalah bagian dari arahan OJK saat itu.
Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari beban suku bunga yang berlebihan sekaligus membedakan antara pinjaman online legal (Pindar) dengan pinjaman ilegal (Pinjol).
Lebih lanjut, Pasal 84 POJK No. 40 Tahun 2024 tentang LPBBTI menegaskan peran asosiasi (AFPI) dalam membangun mekanisme pengawasan berbasis disiplin pasar, memperkuat penyelenggara industri, serta menangani pengaduan konsumen.
OJK mendorong AFPI untuk memastikan kepatuhan anggotanya terhadap regulasi yang berlaku, termasuk batas maksimum manfaat ekonomi yang telah ditetapkan.
Pengaturan batas maksimum suku bunga dinilai sebagai langkah strategis untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan konsumen dan keberlanjutan industri LPBBTI/Pindar.
OJK juga menegaskan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku akan dikenakan tindakan penegakan kepatuhan (enforcement), termasuk evaluasi berkala terhadap batasan manfaat ekonomi..
Evaluasi ini mempertimbangkan faktor-faktor seperti kondisi makroekonomi, dinamika industri LPBBTI/Pindar, serta daya beli masyarakat. ***