OJK Perkuat Perbankan Syariah: Terbitkan Dua POJK Baru tentang Likuiditas dan Pergerakan Modal

OJK resmi menerbitkan dua Peraturan OJK (POJK) terbaru mengadopsi standar internasional POJK Nomor 20 Tahun 2025 dan POJK Nomor 21 Tahun 2025

4 November 2025, 06:12 WIB

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah signifikan untuk memperkuat ketahanan dan daya saing industri perbankan syariah nasional.

OJK resmi menerbitkan dua Peraturan OJK (POJK) terbaru yang mengadopsi standar internasional, yaitu: POJK Nomor 20 Tahun 2025 mengenai Kewajiban Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio/LCR) dan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (Net Stable Funding Ratio/NSFR); serta POJK Nomor 21 Tahun 2025 tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Pengungkit (Leverage Ratio).

Kedua POJK ini menjadi implementasi kunci dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023–2027.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi – M. Ismail Riyadi menjelaskan, dua POJK ini bertujuan untuk membangun struktur permodalan, likuiditas, dan pendanaan jangka panjang Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang semakin tangguh, efisien, dan selaras dengan standar global Basel III serta IFSB.

Melalui POJK 20/2025, OJK memperkuat pengelolaan risiko likuiditas jangka pendek dan stabilitas pendanaan jangka panjang.

BUS dan UUS kini diwajibkan untuk memelihara rasio LCR dan NSFR minimal 100 persen secara bertahap.

“Ketentuan ini dirancang untuk memastikan ketersediaan likuiditas jangka pendek yang memadai serta pendanaan jangka panjang yang stabil,” kata Ismail Riyadi  dalam keterangannya.

Kewajiban ini memungkinkan BUS dan UUS memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengantisipasi dinamika ekonomi dan volatilitas pasar keuangan.

Selain itu, POJK ini mewajibkan perhitungan kecukupan likuiditas dan pemantauan pendanaan stabil bersih secara berkala.

Pelaporan dan publikasi rasio-rasio tersebut akan dilaksanakan bertahap mulai tahun 2026 hingga 2028.

POJK ini mengacu pada standar global, termasuk Basel III dan Guidance Note GN-6 dari Islamic Financial Services Board (IFSB), yang menegaskan komitmen Indonesia pada best practices internasional.

POJK 21/2025: Memperkuat Struktur Permodalan dengan Leverage Ratio

POJK 21/2025 secara khusus bertujuan memperkuat ketahanan struktur permodalan BUS dengan mensyaratkan indikator tambahan berupa Leverage Ratio (Rasio Pengungkit) sesuai standar Basel III dan IFSB-23.

Leverage Ratio membantu industri perbankan mengembangkan bisnis secara proporsional terhadap kapasitas permodalannya, tanpa menghitung manfaat pembobotan risiko aset.

BUS diwajibkan memelihara leverage ratio minimum 3 persen setiap saat.

Kewajiban pelaporan pertama berlaku mulai posisi akhir triwulan pertama 2026, dan publikasi mulai September 2026.

POJK ini telah berlaku sejak diundangkan pada 17 September 2025. Bagi BUS yang tidak memenuhi ambang batas (threshold), wajib mengajukan rencana tindak kepada OJK, dan pelanggaran ketentuan dapat dikenai sanksi administratif.

Dengan terbitnya kedua POJK ini, OJK berharap tercipta struktur perbankan syariah yang sehat, berkembang, dan berdaya saing global, serta mampu mengoptimalkan komposisi aset dan liabilitas tanpa mengganggu fungsi intermediasi.***

Berita Lainnya

Terkini