OJK Terus Jalankan Kebijakan Restrukturisasi Kredit dan Pembiayaan

9 April 2021, 23:00 WIB
Sarasehan Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) – Temu
Stakeholders yang digelar OJK bersama Kementerian Keuangan dan Bank
Indonesia di Nusa Dua, Bali, Jumat (9/4/2021)/Dok. OJK Bali Nusra.

Badung – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus menjalankan kebijakan
untuk meredam volatilitas di pasar modal serta melanjutkan kebijakan
restrukturisasi kredit dan pembiayaan.

Ketua Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
menegaskan hal itu saat Sarasehan Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
– Temu Stakeholders yang digelar OJK bersama Kementerian Keuangan dan Bank
Indonesia di Nusa Dua, Bali, Jumat (9/4/2021).

Untuk meningkatkan implementasi kebijakan stimulus lanjutan POJK
No.48/POJK.03/2020, OJK telah menerbitkan surat No.S-19/D.03/2021 tertanggal
29 Maret 2021 untuk memberikan penjelasan dan penegasan kepada Perbankan.

Ketua Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
mengungkapkan, penilaian kualitas kredit restrukturisasi COVID-19 dengan
plafon ≤ Rp10 miliar dapat hanya didasarkan pada 1 pilar (ketepatan membayar
pokok dan/atau bunga) hingga 31 Maret 2022.

Kualitas kredit yang terdampak COVID-19 ditetapkan Lancar setelah
direstrukturisasi selama masa masa berlakunya POJK 48, sampai dengan 31 Maret
2022.

Kemudian, bank dapat memberikan tambahan kredit baru kepada debitur
restrukturisasi COVID-19 dengan penetapan/pencatatan kualitas kredit dilakukan
secara terpisah dengan kualitas kredit sebelumnya (tidak berlaku prinsip
uniform classification).

Jangka waktu restrukturisasi kredit COVID-19 diserahkan kepada manajemen
risiko masing-masing Bank dan diperbolehkan kurang atau melewati jangka waktu
relaksasi (31 Maret 2022).

“Jika restrukturisasi kredit COVID-19 melewati tanggal 31 Maret 2022, maka
kualitas kredit debitur hanya dapat ditetapkan lancar sampai tanggal tersebut
dan setelah tanggal tersebut mengacu pada POJK Kualitas Aset,” tuturnya.

Seluruh kredit restrukturisasi COVID-19 dilaporkan dengan menambahkan
keterangan “COVID19” sampai dengan kredit lunas (meskipun melewati 31 Maret
2022) yang ditujukan untuk memantau perkembangan kredit restrukturisasi
COVID-19.

“Kredit restrukturisasi COVID-19 juga dapat dikecualikan dari perhitungan aset
kredit berkualitas rendah (Loan at Risk/LaR) dalam penilaian Tingkat Kesehatan
Bank.

Wimboh melanjutkan, bank dapat menghapus keterangan “COVID19” dalam pelaporan
dengan memperhatikan beberapa hal.

Antara lain asesmen bank dapat memastikan debitur telah mengatasi permasalahan
jangka pendek, serta historikal data debitur tersedia lengkap dan konsisten
untuk mengantisipasi pemeriksaan terkait program PEN.

Ke depan, OJK akan terus menjalankan kebijakan untuk meredam volatilitas di
pasar modal serta melanjutkan kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan
serta senantiasa bersinergi dengan kebijakan Pemerintah.

“Juga memperluas akses pembiayaan kepada UMKM melalui digitalisasi dalam
sebuah ekosistem,” tandasnya.

Kredit UMKM mulai mengalami pertumbuhan dampak positif dari stimulus
pemerintah untuk UMKM, yang terdiri dari pertambahan KUR maupun subsidi bunga.
Namun demikian, kredit segmen menengah (Rp500 juta s.d. Rp25 miliar) masih
belum tersentuh stimulus.

Untuk itu, OJK mengusulkan Program Kredit untuk Usaha Menengah yang bersifat
sementara juga mendapatkan skema subsidi bunga maupun penjaminan Pemerintah.

“OJK mendorong Himbara berbicara dengan Lembaga Penjaminan menetapkan kriteria
bersama untuk mempercepat proses penjaminan kredit,” kata Wimboh.

Wimboh optimistis pada 2021 pemulihan ekonomi akan berjalan lebih cepat dengan
berbagai sinergi kebijakan stimulus yang dikeluarkan Kemenkeu dan Bank
Indonesia antara lain dengan mendorong sektor UMKM termasuk sektor pariwisata.
(rhm)

Berita Lainnya

Terkini