![]() |
Ombudsman meminta agar semua pihak dapat terlibat secara aktif dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan kesehatan/ist. |
Semarang – Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah diminta terus
lakukan monitoring perbaikan tata kelola penyelenggaraan pelayanan kesehatan
khususnya mengenai penanganan pelayanan Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi
2019-nCoV).
Hal ini dilakukan, karena sepanjang tahun 2020 hingga saat ini, permasalahan
kesehatan di Jawa Tengah menjadi salah satu substansi yang cukup banyak
dilaporkan/diadukan masyarakat kepada Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan
Jawa Tengah.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan, khususnya mengenai penanganan pelayanan
Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi 2019-nCoV) berupa pendataan, monitoring
pasien Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi 2019-nCoV), ketersedian
laboratorium, ketidakpastian dalam memperoleh hasil Polymerase Chain Reaction
(PCR).
Juga serta ketidakpatuhan penyelenggara pelayanan dalam menerapkan tarif batas
maksimum terhadap pelayanan Rapid Test Anti Body/Antigen dan Polymerase Chain
Reaction (PCR) sebagaimana Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.02.02/I/4611/2020 tanggal
18 Desember 2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Tes
Antigen-Swab.
“Hingga saat ini masih menjadi permasalahan yang cukup banyak dikeluhkan
masyarakat kepada Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah,” ungkap
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah Siti Farida dalam
keterangannya dalam petemuan secara virtual, Senin (18/1/2021).
Sebagai bentuk pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Jawa
Tengah, Farida meminta keterangan Kepala Dinas Provinsi Jawa Tengah dr.
Yulianto Prabowo, dan jajaran terkait tata kelola penyelenggaraan pelayanan
kesehatan.
Tiga fokus utama yang ditekankan Farida dalam pertemuan secara daring
tersebut, pertama Kesiapan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah untuk
melakukan monitoring terhadap jaminan mutu/kualitas penyelenggaraan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik dan Laboratorium.
Kedua, kesiapan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan
monitoring terhadap penyelenggaraan pelayanan vaksinasi, baik menyangkut
jaminan mutu/kualitas yang meliputi penyimpanan serta pendistribusian barang.
Hingga, pelaksanaan serta pengelolaan limbah medis.
Ketiga, kesiapan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan
monitoring terhadap kontak pengaduan yang ada di masing-masing Rumah Sakit,
Puskesmas, Klinik dan Laboratorium.
Kata Farida, mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, tidak dapat
dilakukan secara terpisah. perlu kerja sama dari semua pihak.
Termasuk Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah yang merupakan
lembaga pengawas pelayanan publik. Sebagai contoh, terkait penyelenggaraan
pelayanan vaksinasi. Peran strategis, tidak hanya melekat pada Dinas Kesehatan
maupun Balai Besar POM.
“Namun, juga dibutuhkan peran dari Kepala Daerah untuk memastikan bahwa
penyelenggaraan pelayanan vaksinasi maupun pelayanan kesehatan lainnya telah
berjalan dengan baik.” ujar Farida.
Ombudsman meminta agar semua pihak dapat terlibat secara aktif dalam
pengawasan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Termasuk dalam hal peran serta tenaga kesehatan terkait vaksinasi. Meskipun
masih terdapat tenaga medis yang belum mendapat vaksinasi, baik dikarenakan
pertimbangan medis, maupun dikarenakan faktor eksternal lainnya, seperti
jadwal praktik yang menjadi kendala.
“Saya tetap percaya bahwa komitmen yang baik tersebut dapat dijalankan oleh
tenaga medis,” Demikian Farida. (anp).