Pangkas Kuota Haji 2026: YLKI Sebut Kebijakan ‘Kubur Harapan’ Jemaah, Minta Pemerintah Transparan

YLKI menilai kebijakan redistribusi kuota haji nasional tahun 2026 sangat merugikan dan berpotensi memupus harapan ribuan calon jemaah haji

12 November 2025, 12:01 WIB

Jakarta– Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melontarkan kritik keras terhadap kebijakan pemerintah mengenai redistribusi kuota haji nasional tahun 2026.

Kebijakan ini dinilai sangat merugikan dan berpotensi memupus harapan ribuan calon jemaah haji yang telah menanti selama lebih dari satu dekade, terutama di Jawa Barat, khususnya Kabupaten Sukabumi.

Penurunan kuota haji di Sukabumi menjadi sorotan utama YLKI. Jika pada tahun 2025 kuota mencapai 1.535 orang, kini kuota untuk tahun 2026 anjlok drastis, hanya tersisa 124 orang.

Redistribusi Kuota Haji 2026 mengancam mengubur harapan konsumen ke Tanah Suci,” tegas Ketua YLKI, Niti Emiliana.

YLKI menilai bahwa kebijakan ini akan menunda kembali keberangkatan ribuan calon jemaah yang sudah sabar menunggu, dan mendesak Kementerian Haji dan Umroh untuk segera memberikan kejelasan.

YLKI mencatat beberapa poin penting terkait persoalan redistribusi kuota haji tahun 2026, menyorot perspektif perlindungan konsumen dalam layanan publik keagamaan:

Buka Suara Soal Regulasi: Mendesak Kementerian Haji dan Umroh untuk transparan mengenai regulasi terbaru yang berpotensi menggagalkan keberangkatan ribuan jemaah.

Evaluasi Berbasis Konsumen: Kebijakan ini harus dievaluasi dari perspektif perlindungan konsumen, sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Kepastian Hukum dan Akuntabilitas: Negara wajib memberikan kepastian hukum, transparansi, dan akuntabilitas penuh atas setiap perubahan kebijakan yang berdampak pada hak keberangkatan konsumen.

Transparansi Formula Kuota: Pemerintah diminta menginformasikan secara terbuka dan masif mengenai formula pembagian kuota antar provinsi dan kabupaten/kota, termasuk parameter jumlah penduduk Muslim dan masa tunggu.

Belajar dari Kasus Gagal Berangkat: YLKI mengingatkan pemerintah agar belajar dari kasus umroh dan haji furoda yang gagal berangkat.

Kegagalan ini tidak hanya menimbulkan kerugian materil, tetapi juga kerugian psikologis yang mendalam bagi konsumen, sebuah “pukulan telak” yang tidak boleh terulang dalam layanan haji reguler.

Dialog dan Kompensasi: YLKI mendesak pemerintah membuka ruang dialog dengan calon jemaah haji yang terdampak dan menyiapkan skema pengaduan konsumen serta kompensasi yang adil bagi mereka yang terancam keberangkatannya tertunda.

Untuk menjamin pelayanan haji yang aman dan tepat waktu, YLKI merekomendasikan:

Kementerian Haji dan Umroh segera membentuk Divisi Perlindungan Konsumen.

Pembukaan hotline atau pusat pengaduan khusus bagi jemaah haji dan umroh yang gagal berangkat.

Mekanisme ini dinilai krusial untuk memastikan penanganan cepat terhadap keluhan, pengawasan ketat terhadap travel, dan jaminan agar keberangkatan jemaah berlangsung tepat waktu, aman, dan selamat hingga kembali ke tanah air. ***

Berita Lainnya

Terkini