Pantai Kotor, Wisatawan Bisa Pindah Tinggalkan Bali

27 September 2019, 07:32 WIB

Badung – Masalah sampah bisa menjadi ancaman serius parwisata Bali yang mengandalkan pantai sebagai obyek wisata sebab jika sampai kotor tidak dijaga dengan baik wisatawan akan meninggalkan Pulau Bali mencari tempat wisata lainnya.

Staf Ahli Gubernur Bali Bidang Hukum Nyoman Budi Adnyana,SH.MH.CLA mengungkapkan hal itu saat diskusi menjelang pelantikan Dewan Pimpinan Wilayah Media Online Indonesia (DPW MOI) Bali Best Western Bali Beach Hotel, Kuta Badung Kamis 26 September 2019.

Untuk itu, dukasi pentingnya gerakan berantas sampah plastik harus dilakukan secara terus menerus agar kebiasaan salah dan berfikir praktis jangka pendek dalam masyarakat bisa segera dihilangkan.

Menurut Adnyana, media memiliki peran yang sangat penting dalam mengedukasi masyarakat terutama soal sampah. “Media sangat berperan dalam edukasi masyarakat tentang sampah,” katanya menegaskan.

Budi yang juga Ketua Peradi ini, meminta media selalu menyisipkan dalam setiap pemberitaannya untuk edukasi tentang dampak negatif penggunaan sampah plastik sekali pakai di Bali.

Menurutnya, hal ini sangat penting karena Bali adalah destinasi wisata, Bali adalah etalase Indonesia di mata dunia. Saat ini wisatawan asing yang datang ke Bali sudah mencapai 6,5 juta wisatawan asing. Wisatawan domestik sebanyak 10 juta, kemudian ditambah dengan warga Bali sebanyak 4,2 juta.

Bisa bayangkan ada pergerakan manusia hingga berjumlah 20 juta orang pertahun di Bali. Berarti ada efek yang bergerak, dan pasti ada banyak sampah.

“Dampak ikutan ini harus dipikirkan. Bila tidak ditangani dengan baik maka para kompetitor akan menang. Tawaran dari negara lain sangat menggiurkan,” ujarnya wanti-wanti.

Dengan banyaknya populasi maka sampahnya akan semakin banyak pula. Lebih jauh, dia mengatakan sampah di Bali berada pada 4,281 ton perhari.

Lalu pertahunnya ada 1,5 juta ton. Ini adalah data terakhir dari penelitian Bali Partnership kerja sama dengan Universitas Udayana Bali dengan Pemerintah Norwegia, yang memberikan bantuan sebesar Rp 7 miliar dengan rentang waktu dari Januari-Mei 2019.

Hasilnya dari 4281 ton perhari itu, yang tertangani dengan baik hanya 48 persen.

Sisanya sebanyak 52 persen tidak tertangani dengan baik. Sementara yang 48 persen itu sudah dikelolah dengan baik, termasuk yang dibuang ke TPA. Sisanya tidak ditangani dengan baik. Dari jumlah tersebut, ada 20 persen merupakan sampah pastik yang sangat sulit diuraikan.

Dari total 20 persen sampah plastik tersebut, ada 11 persen yang dibuang ke selokan, sungai atau akhirnya dibawah ke laut. “Kalau ujungnya di lautan, maka dalam konteks Bali, setiap pantai di Bali adalah tempat wisata. Kalau turisnya lihat kotor, maka mereka pindah semua,” demikian Adnyana.

Ia meminta agar sampah plastik di Bali harus menjadi musuh bersama, perhatian bersama terutama media massa, desa adat hingga pelaku pariwisata. (Ila)

Berita Lainnya

Terkini