Project Manager Conservation Indonesia Bali Iwan Dewantaka memberikan pandangan di Pelatihan dan Mentoring Jurnalis Lingkungan di Karangasem |
KARANGASEM – Pembangunan industri pariwisata yang terus digenjot dan semata berorientasi ekonomi menjadikan ruang gerak Bali kian terbatas.
Project Manager Conservation International (CI) Wilayah Bali Made Iwan Dewantaka, mengingatkan pariwisata yang tidak terkendali bisa memangkas sendi-sendi budaya, mengancam lingkungan dan merapuhkan harmonisasi di masyarakat.
Bahkan, jika kebijakan yang diambil tidak memihak kepada pelestarian lingkungan dan keberlanjutan, bukan saja membuat rapuh namun semua terancam punah.
Karena itulah, bersama komponen masyarakat lainnya, CI menyampaikan pandangan dan konsep bagaimana pengembangan pariwisata di Bali ke depan, tetap bersandar pada pembangunan berkelanjutan dan peduli terhadap lingkungan.
“Seperti sikap kami soal reklamasi Teluk Benoa, kami ingin keputusan diambil berdasarkan data, riset yang sudah kami publikasikan mulai Karang Taruna hingga pemerintah,” tegasnya saat pelatihan dan mentoring Jurnalisme lingkungan keterhubungan laut dan darat yang digelar SIEJ bekerjasama dengan Kedubes Amerika Serikat di Bali Palm Resort Candi Dasa, Karangasem.
Pelatihan yang diikuti puluhan jurnalis, aktivis LSM dan Humas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), selama tiga hari , diberikan materi seputar isu-isu lingkungan dan kunjungan ke lapangan ke sentra-sentra pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Selat.
Pada intinya, Iwan menyampaikan berbagai pandangan pembangunan berkelanjutan seperti konservasi laut dan perhutanan yang didasarkan pada data dan kajian komprehensif termasuk argumentasi dengan konsep budaya.
Bagaimana pihaknya terlibat dalam penyusunan tata ruang laut dan tata ruang darat. Untuk itu, dalam mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan di Bali, maka terus diibangun konektivitas, partnership atau kemitraan.
Kemitraan menjadi kata sederhana namun merupakan kekuatan ke depan sehingga semua komponen saling bersinergi dengan ide gagasan dan gerakan. Partnership kemitraan baik segi pemerintah swasta, tokoh masyarakat lainnya. Prinsip dasar tersebut, ketika semua bisa dipahami bersama maka akan menjadi indah dan bisa dilaksanakan.
Dalam kontek ini, pihanya tidak dalam posisi memilih opsi hendak dibawa kemana pembangunan Bali di tengah gempuran perubahan global. Pihaknya hanya ingin pengembangan tetap memperhatikan keberlanjutan demi masa depan anak cucu serta tidak mencerabut budaya sebagai keunikan yang dimiliki Bali.
“Apakah kita justru terus kan kejar kemewahannya parwisata dengan semakin banyaknya kunjungan wisatawan,” ucapnya mengingatkan. Dijelaskan, setidaknya ada indikator yang terukur untuk mengecek kembali Bali sebagai Ibu Kandung seperti bagaimana sumber mata air sekarang, kondisi hutan, sungai dan seterusnya.
Sepanjang indikator itu tetap dipegang dengan baik maka Bali akan menghadapi semua tantangan dan perubahan itu secara luwes. Bali harus mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan cepat yang terjadi. (rhm)