PBNU Sebut Tuduhan Terhadap Adhyaksa Dault Anti-Pancasila Fitnah Keji

14 Juni 2017, 00:49 WIB
Ustaz Wahfiudin

JAKARTA – Sekretaris Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ustaz Wahfiudin menilai tuduhan miring kepada Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Adhyaksa Dault sebagai orang yang anti-Pancasila merupakan tuduhan sangat kotor dan keji.

Pihaknya menyayangkan, terhadap pihak-pihak yang menuduh Adhyaksa. Bahkan, dia menyebut tuduhan itu sangat kotor, karena tidak pakai fatsoen politik.

“Mari kita budayakan saling menelpon, saling sms sebelum menilai, memberi label orang yang sudah kita kenal. Adhyaksa Dault itu nasionalis religius,” ujar Wahfiudin saat dihubungi, Selasa (13/6/2017).

Wahfiudin mengaku sejak lama mengenal cukup baik Adhyaksa demikian juga, orangtuanya, dan keluarganya. Karenanya, dia yakin fitnah itu tidak benar. Sebab selama ini ia melihat Adhyaksa sudah banyak memberikan kontribusi besar bagi kemajuan bangsa.

Khususnya melalui KNPI, Organisasi Pecinta Alam, Kemenpora, dan Gerakan Pramuka. Saat ini, situasi politik di masyarakat masih belum reda. Banyak orang yang memiliki pandangan berbeda secara pribadi disingkirkan. Cara ini dianggap tidak sehat untuk kemajuan demokrasi di Indonesia.

“Ini pembunuhan karakter bagi Adhyaksa Dault, saran saya sederhana, sesama pemimpin, sebaiknya perkuat saja komunikasi, kan sudah ada telepon genggam, sms, dan lain-lain,” tukasnya.

Sebelumnya, Wakil Presiden RI Ke-6 Try Sutrisno, juga menyatakan hal sama, tuduhan Adhyaksa anti-Pancasila adalah tidak benar. Sebab, selama ini ia sudah kenal deket dengan Adhyaksa sebagai seorang nasionalis.

“Saya kenal sangat dekat dengan Pak Adhyaksa. Dan saya yakin dia tidak anti-Pancasila. Jadi, janganlah sampai ada isu yang memakai Pancasila ini untuk mendiskreditkan seseorang,” ujar Try usai buka bersama dengan Kwarnas, di Cibubur, Jakarta Timur, Jumat (9/6).

Mantan Panglima TNI ini menyebut, sebagai Ketua Kwarnas sulit dipercaya jika Adhyaksa melakukan sesuatu yang merugikan negara. Justru sebaliknya, melalui Pramuka banyak hal yang sudah ia berikan bagi bangsa dan negara, karena Pramuka adalah bentengnya NKRI dan Pancasila.

Jika ada yang bilang anti-Pancasila hal itu sebagai tindakan salah alamat. Yang ada justru Pramuka sudah banyak memberikan kontribusi untuk kemajuan bangsa dan negara melalui pendidikan karakternya.

Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila pun meminta kepada Pramuka di seluruh Indonesia untuk bahu-membahu menyosialisasikan pentingnya Pancasila bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dan ia berharap Pramuka selalu memberikan contoh yang baik di lingkungannya.

“Pancasila ini akan kita bangun bersama-sama seluruh bangsa ini. Saat sekarang inilah momentum baik kita refresh kembali, kita aktualisasi kembali pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila ini. Jangan sampai bangsa kita bercerai-berai,” tandasnya.

Sebelumnya, tuduhan bahwa Adhyaksa anti-Pancasila ramai dibicarakan di media sosial. Tuduhan itu muncul setelah Adhyaksa hadir dalam acara peringatan ulang tahun HTI pada 2013 lalu. Padahal tidak ada kata-kata dia yang menyebut dirinya anti-Pancasila.

Adhyaksa sendiri sudah menjelaskan bahwa itu video tahun 2013, dirinya bukan anggota apalagi simpatisan HTI.

“Saya tegas menolak setiap, semua gerakan yang ingin mengganti Pancasila dan NKRI. Sebagai muslim, saya meyakini bahwa Rasulullah SAW tidak pernah meminta kita mendirikan negara Islam,” katanya.

Pancasila final dan NKRI harga mati. dia tegaskan juga, menolak khilafah diterapkan di Indonesia.

“Pendirian saya soal Pancasila dan NKRI ini telah lama saya wujudkan dalam bentuk aksi nyata, serta kegiatan-kegiatan di banyak organisasi yang saya pimpin, seperti KNPI, Kemenpora dan Gerakan Pramuka,” demikian Adhyaksa.

Meski mengaku marah, namun sebenarnya dia sedih sekali dituduh seperti ini. Dia menuturkan, tahun 1999, saat orang bicara negara federasi, sebagai Ketua Umum DPP KNPI dia mengajak tokoh-tokoh mendeklarasikan NKRI harga mati, dan deklarasi itu masih ada di kantor KNPI sebagai saksi sejarah.

Dia juga meminta sahabatnya Dharma Oratmangun membuat lagu berjudul; Jangan Robek Merah Putihku. Kakek saya mengibarkan merah putih pada 23 Januari 1945 di Gorontalo, ini sebelum proklamasi, keluarga istri saya adalah keluarga TNI,

“Keluarga kami keluarga polisi dan keluarga jaksa. Adik kakek saya dibunuh karena mempertahankan Pancasila di Sulawesi, ditembak dia, sebelum ditembak dia salat dulu,” demikian Adhayaksa. (des)

Berita Lainnya

Terkini