Peluang Iklan Ambient Media di Bali Belum Digarap Maksimal

17 September 2017, 20:33 WIB
Ketua Komite Tetap Industri Kreatif Berbasis Media Kadin Indonesia, Roy Wicaksono dalam diskusi menyoroti periklanan di Bali yang digelar di Warung Kubu Kopi Denpasar

DENPASAR – Dibanding daerah lain seperti Jakarta iklan Ambient media di Bali masih tertinggal dan belum digarap maksimal padahal peluangnya cukup besar dalam mendulang pendapatan iklan maupun pajak reklame bagi daerah.

Menurut Ketua Komite Tetap Industri Kreatif Berbasis Media Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Roy Wicaksono, perkembangan industri periklanan khususnya media luar atau outdoor semakin cepat.

Industri digital sangat dominan dalam mempengaruhi periklanan maupun industri kreatif lainnya.

Pelan namun pasti, media reklame luar ruang konvensional lewat Billboard akan ditinggalkan. Masyarakat pengguna atau user periklanan beralih ke embient media yang memanfaatkan ruang publik atau tempat-tempat strategis dalam mengenalkan branding atau mereknya.

“Orang memasang reklame tidak lagi untuk branding wearnes supaya orang mengenal, sekarang pasang reklame bagaimana bisa terbangun interaksi yang bisa menggerakkan orang untuk berbelanja atau membeli produk,” ujar Roy dalam diskusi menyoroti periklanan di Bali, Minggu (17/9/2017).

Dengan memanfaatkan media luar ruang yang dikemas secara kreatif akan bisa menarik minat audien atau masyarakat, jadi ada proses interaktif. Tidak seperti dalam reklame Billboard atau media luar ruang lainnya yang lebih pada pengenalan branding produk.

Kini, tempat-tempat yang menjadi ruang publik seperti taman kota, pos polisi menjadi ruang sangat efektif dalam menjaring persepsi masyarakat. Banyak perusahaan besar membelanjakan dana iklan dalam jumlah besar untuk ambient media seperti dilakukan perusahaan e-commerce.

Untuk itu, diperlukan berbagai terobosan baik dari regulator dan pelaku periklanan bagaimana memanfaatkan ruang publik untuk reklame embient yang bisa mendatangkan pendapatan.

Roy mencontohkan iklan embient media sudah berkembang di Jakarta dan Jawa Barat seperti membangun seni instalasi di jalan tol bahkan sampai ke bukit-bukit yang dimanfaatkan untuk embient.

Pada dasarnya, embient ini tidak merusak ruang atau lokasi sebaliknya memberikan nilai lebih dari sisi estetika dan tidak merusak lingkungan.

Karenanya, Roy berharap ke depan, pelaku periklanan di Bali bisa mengoptimalkan embient di tempat-tempat strategis dan ruang publik seperti di Taman Kota dan fasilitas umum lainnya sehingga menjadi tempat untuk obyek fotoselfie, Vlog dan promosikan lokasi atau tempat.

Pada bagian lain, Roy menyoroti selama ini embient di pos-pos seperti milik kepolisian dan lainya hanya dimanfaatkan oleh perusahaan dengan kompensasi dana perbaikan fasilitas umum di lokasi tersebut seperti dalam bentuk dana tanggungjawab sosial perusahaan CRS.

“Kalau di Jakarta embient media sudah dikenai pajak reklame sehingga bisa menjadi sumber pendapatan daerah,” sambungnya didampingi Raska Feri Agus seorang pelaku periklanan di Bali.

Untuk itu, KADIN Indonesia mendorong agar Peraturan Wali Kota (Perwali) atau Perda di kabupaten/kota di Bali yang mengatur perikalanan bisa diperluas dengan memasukkan aturan baru tentang reklame ambient.

Dengan begitu bisa menjadi sumber pendapatan pajak reklame sehingga tidak cukup hanya sekedar dimanfaatkan bagi branding perusahaan dengan mengalokasikan dana kompensasi CSR. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini