Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan di Karangasem Terus Disosialisasikan

26 Juni 2018, 06:53 WIB

KARANGASEM– Dinas Kelautan dan Perikanan Bali bersama dengan LSM Kelautan CII menosialisasikan  Kawasan Konservasi Perairan (KKP) mengundang sembilan desa penyangga.

Sosialisasi dan penandatangan MoU dilakukan di Vila Ujung, Amlapura. Kegiatan diisi pemaparan oleh Nengah Bagus Sugiarta dari Dinas Kelautan dan Perikanan Bali dan Iwan Dewantama dari LSM CII Denpasar.

hadir dalam kesempatan itu sembilan perbekel dan bendesa adat penyangga seperti Padang Bai, Antiga dan Sengkidu.

Kegiatan ini juga ada berita acara kesepakatan dukungan terhadap KKP yang dilakukan Bendesa adat dan Perbekel penyangga. Pembentukan KKP Karangasem sendiri sudah merupakan gagasan lama. hanya saja sampai sekarang ini belum juga terujud.

Menurut Sugiarta ada beberapa kendala sehingga belum bisa terlaksana. Sekarang ini, perlu adanya aturan tata kelola laut.

Dengan UU terbaru kewenangan sekarang ini ada di Provinsi Bali yang awalnya ada di Kebupetan. Saat ini pemanfaatan ruang Laut belum ada Perda yang mengatur.

“Kami belum bisa mengeluarkan izin serta memberikan sanksi kalau ada pelanggaran. Karena itu Perda sebagai regulasi perlu segera dibuat,” tegas Bagus.

KKP sangat multi fungsi dan perlu diatur sedemikian rupa. Bahkan untuk alur perikanan pun wajib di perhitungkan seperti pengaturan alur ikan lumba-lumba.

Pihaknya berharap pelibatan kelompok masyarakat sebagai pengawas akan diperkuat bahkan sudah sempat dilakukan di Nusa Penida Klungkung dengan pemberian life jaket.

Mereka inilah yang akan melapor kalau ada hal hal yang ganjil seperti pencurian ikan dan yang lainya.

Untuk itu, desa pakraman juga wajib di libatkan sebagai bagian dari kearifan lokal. KKP juga untuk memberikan ruang untuk ikan bisa berkembang sehingga perlu ada perlindungan.

“Bali sudah merancang pembentukan UPT KKP Bali. inilah yang akan mengelola KKP yang ada di seluruh Bali,” katanya.

Sugiarta mengakui konservasi kurang mendapat perhatian sehingga sulit mendapat anggaran pemerintah. Pasalnya, konservasi belum menjadi perhatian pemerintah, padahal sangat penting dan terkait juga pembudidayaan.

Padahal penangkapan dan konservasi, kalau tidak dilakukan konservasi maka ikan akan habis,” ujarnya.

Kendala lainya, perkembangan wisata Bahari di Bali yang cepat seperti deret ukur, sementara penanganan konservasi bergerak deret hitung yang sangat lambat. Kalau ini lambat ditangani maka semuanya akan hancur.

Sementara itu Iwan mengatakan KKP Karangasem ada tiga blok utama, Blok Tulemben ada di Desa Tulemben. Sementara da Blok Amed-Seraya. Blok ini ada di tiga Desa yakni Seraya, Purwakerti dan Bunutan, ada juga blok Candidasa-Padang Bai yang membawahi lima Desa. Total desa penyangga ada Sembilan Desa.

Iwan berharap para kades dan Bendesa adat mensosialisasikan kepada warganya terkait KKP. Pengelolanya sendiri nantinya akan di tentukan Gubernur, sementara jika sudah bentuk UPT maka pusat akan turun melakukan verifikasi.

KKP sendiri ada beberapa zona dengan apa saja yang bisa dilakukan di zona tersebut dan apa yang tidak boleh. Diantaranya adalah zona inti, ini semacam zona suci yang tidak boleh ada kegiatan apapun. Zona inti ini hanya ada untuk penelitian dan merupakan pusat konservasi.

Di Karangasem zona ini ada di Gili Selang Seraya dan di Depan Bugbug. Di kedua derah ini ada karang yang berundak dan cukup dalam. Ada juga zona pariwisata. Dizona ini dilakukan kegiatan pariwisaya seperti snorkeling dan deving.

Di pihak lain. beberapa Bendesa adat malah mengeluhkan soal pungutan atau pungli yang belakangan ini mencuat. Sehingga untuk melakukan kesepatan ini juga harus di pahami betul.

“Harus di pahami betul karena di laut sumber kehidupan kami juga,” ujar Gede Putra Ketua Forum Nayaka, Bugbug.

Pihak Bendesa adat juga meminta ikut menyucikan kawasan cagar Budaya di laut. Jangan sampai di rusak dan dijamah orang yang tidak bertanggung jawab. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini