ilustrasi/dok. |
Jakarta – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta jangan hanya
menangkap para pelaku pencurian BBM di Perairan Tuban Jawa Timur namun juga
pemilik dan perusahaan kapal yang terlibat.
Ekonom Konstitusi Defiyan Cori menyatakan, apresiasi patut diberikan publik
kepada Kapolri Sigit yang berhasil melakukan penyelidikan oleh Direktorat
Polisi Air dan Udara (Polairud), pada hari Minggu tgl 14 Maret 2021 sekira
pukul 01.15 Wib berhasil menangkap tangan MT. Putra Harapan GT. 166.
Diketahui, pelaku sedang melakukan pencurian Bahan Bakar Minyak jenis solar
pada Single Point Mooring 150 (SPM 150) milik BUMN Pertamina di wilayah
perairan Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur.
Pada saat dilakukan penangkapan tersebut Tim Opsnal Subdit Intelair dipimpin
oleh AKBP Agus Budi, memergoki ABK MT. Putra Harapan sedang melakukan
pemindahan BBM jenis solar secara illegal dari pipa bawah laut Pertamina Tuban
ke palkah MT. Putra Harapan melalui hose SPM 150 Pertamina.
Setelah dilakukan konfirmasi terhadap 2 palkah yang ada pada SPOB MT. Putra
Harapan, diketahui adanya BBM jenis solar sebanyak kurang lebih 13 KL.
Dan, pencurian ini diakui sendiri berdasarkan keterangan 2 (dua) orang
tersangka Ismail bin M. Ali dan M Taufik bin Lasman dengan 4 (empat) jenis
barang bukti yang berhasil diamankan.
Beserta kedua tersangka yang diduga telah melakukan kejahatan itu, Polairud
juga menangkap 10 terduga pelaku lainnya
Ketua Tim Polairud Markas Besar (Mabes) Polri Komisaris Besar Yuldi
mengatakan, timnya telah mengikuti gerak-gerik para pelaku selama hampir dua
bulan. Melalui pemantauan itulah tim polairud berhasil menangkap para pelaku
ketika sedang melakukan tindak kejahatannya.
Melalui upaya ini, Polairud telah berhasil menghentikan tindak kejahatan yang
berdampak pada kerugian negara, sebab Fuel Terminal di Tuban merupakan salah
satu obyek vital nasional (obvitnas).
Dengan keberhasilan operasi atas obvitnas yang mendapat perhatian khusus tim
Polairud seperti ini, maka Pertamina dapat lebih memusatkan perhatian (fokus)
melakukan distribusi energi nasional dan melayani kebutuhan masyarakat.
Menurut Defiyan ada beberapa hal yang harus diperhatikan secara serius dan
cermat atas kasus ini terkait dengan sistem manajemen Pertamina dan kebijakan
kerjasama rantai pasokan dan distribusi yang diambil, yaitu:
Pertama, PT. Pertamina sebagai BUMN, pernah menekan angka kehilangan pasokan
minyak (supply loss) pada akhir Agustus Tahun 2016 yang mencapai 0,18 persen.
“Angka ini dibawah sasaran (target) yang ditetapkan sepanjang Tahun 2016
maksimal sebesar 0,2 persen,” sebutnya dalam siaran pers, Selasa (23/3/2021).
Pencapaian ini jauh di bawah kehilangan (losses) yang terjadi pada Tahun 2015
yang sebesar 0,35 persen dan 2014 sebesar 0,41. Hal ini diklaim sebagai sebuah
pencapaian dari Tim Pembenahan Tata Kelola Arus Minyak (PTKAM) Pertamina.
Bahkan, lanjut dia, capaian angka kehilangan itu jauh lebih rendah dari batas
toleransi internasional untuk angka kehilangan minyak pada Tahun 2016 yang
rata-rata sebesar 0,5 persen sesuai data International Commercial Terms
(Incoterm) yang dikeluarkan Kamar Dagang Internasional atau International
Chamber of Commerce (ICC).
Kedua, berdasarkan laporan tahunan PT. Pertamina 2016, capaian akhir realisasi
efisiensi pengelolaan kehilangan minyak itu menjadi 0,13%, dengan penghematan
sejumlah US$2,67 Miliar setara Rp37,38 Triliun atau lebih dari 3 juta barel
minyak dari kegiatan-kegiatan operasional Pertamina.
“Dan, mengindikasikan adanya perbaikan kinerja sebagai bagian dari program
PTKAM Tahun 2016 dengan menekan angka kehilangan minyak yang selalu terjadi
pada periode sebelumnya,” tuturnya.
Ketiga, berkaitan dengan kasus pencurian BBM jenis solar di SPM Tuban itu,
maka publik perlu mempertanyakan Sistem Pengendalian Manajemen yang diterapkan
oleh Dewan Manajemen (Direksi dan Komisaris) selama ini, terutama yang
berhubungan dengan kerjasama rantai pasokan dan distribusi (supply chain and
distribution) minyak dan BBM, mulai dari kegiatan hulu sampai hilirnya.
Dari pengalaman pengendalian kehilangan minyak (losses) Tahun 2016 itu, maka
angka kehilangan minyak yang dialami oleh BUMN Pertamina semakin kecil
persentasenya.
Mengacu pada keberhasilan yang pernah dicapai oleh PTKAM itu, maka seharusnya
capaian kinerja kehilangan minyak yang diperoleh BUMN Pertamina akan semakin
kecil, apalagi penerapan digitalisasi telah merambat ke dalam organisasi dan
manajemen Perusahaan Negara ini.
Apabila masih terjadi kehilangan dalam jumlah besar, selain tindak kriminal
yang terjadi di Tuban tersebut, maka patut dipertanyakan efektifitas dan
efisiensi sistem manajemen pengendalian yang telah dilakukan.
Kata Defiyan, alih-alih, kecurigaan publik atas keterlibatan oknum pihak
internal PT. Pertamina dalam berbagai kasus kehilangan minyak selama ini bisa
menjadi yurispridensi untuk menindak kejahatan kehilangan minyak (losses)
lainnya, selain tindakan polisional yang telah dikerjasamakan pada tanggal 5
Desember 2018 dalam aspek pengamanan.
Atas kasus ini publik berharap, Kapolri dan jajarannya tidak hanya menangkap
para pelakunya saja, namun juga pemilik dan perusahaan kapal yang bersangkutan
dengan potensi kehilangan pendapatan Pertamina sejumlah 13 Kilo Liter atau
setara kurang lebih Rp84,5 juta.
“Artinya, jangan sampai terhadap kasus yang relatif kecil ini, pihak Pertamina
mengabaikan Sistem Peringatan Dini (Early Warning Sistem) yang seharusnya
diberlakukan sebagai bagian dari Sistem Operasional dan Prosedur (SOP) dalam
Manajemen Pengendalian Perusahaan disatu sisi,” sambungnya.
Disisi yang lain, lanjut dia, Polairud juga harus mampu menangani kejahatan
kehilangan minyak yang terjadi pada titik-titik lain SPM milik Pertamina,
termasuk transaksi ditengah laut agar prinsip keadilan hukum ditegakkan.
(rhm)