Peneliti: 9 Persen Masyarakat Dukung Reklamasi Teluk Benoa

26 November 2014, 09:17 WIB
Hasil survei dilakukan Kadek Dwita Apriani, akademisi Sosial Politik
Universitas Udayana juga menyebutkan, 1,6 persen dari 430 responden yang
memandang lapangan kerja adalah isu yang penting yang harus
diselesaikan di Badung.

KabarNusa.com – Hasil penelitian Universitas Udayana Denpasar menyebutkan hanya 9 persen masyarakat setuju dan mendukung reklamasi Teluk Benoa.

Terungkap pula bahwa Kurangnya lapangan pekerjaan ternyata bukan alasan yang mendasar yang diperlukan masyarakat Kabupaten Badung untuk reklamasi Teluk Benoa.

Hasil survei dilakukan Kadek Dwita Apriani, akademisi Sosial Politik Universitas Udayana juga menyebutkan, 1,6 persen dari 430 responden yang memandang lapangan kerja adalah isu yang penting dan krusial yang harus diselesaikan di Badung.

“Ternyata yang setuju sama reklamasi hanya 1,6 persen. Artinya mereka yang butuh lapangan kerjapun memandang mendapat lapang pekerjaan bukan dengan cara reklamasi,” ungkap Kadek Dwita usai Diskusi Publik bertajuk Telisik Persepsi Publik Terhadap Rencana Reklamasi Teluk Benoa, Selasa 25 Noveber 2014.

Dalam  hasil survey juga ditemukan bahwa 64 persen responden tidak setuju dengan Reklamasi Teluk Benoa.

Sementara hanya 9 persen masyarakat Badung yang setuju dan 27 persen tidak menjawab.

Reponden usia muda yang dapat dikatakan membutuhkan lapangan pekerjaan, justru banyak yang menolak rencana Reklamasi ini.

“Semakin muda semakin tegas mereka menyatakan sikap menolak reklamasi. Semakin tua semakin ragu dan kecenderungannya mengarah ke tidak tau atau tidak menjawab,” sambungnya.

Hal Ini, karena efek dari sosial media. Dimana pada hasil survey menyebutkan, responden mendapat informasi mengenai isu ini 100 persen dari media sosial.

Mereka yang membaca dan mengakses informasi dengan lebih banyak relatif usianya semakin muda.

“Setelah mengakses informasi kemudian lebih banyak yang tidak setuju. Artinya usia dan sumber informasi menentukan sikap,” tegasnya.

Tujuan hasil survey ini adalah untuk menghadirkan cermin megenai bagaimana respon publik terhadap isu ini.

Sebagai akademisi, Dwita mengaku tidak takut untuk membeberkan fakta-fakta dari hasil penelitiannya ini.

“Kenapa harus takut jika kita melakukan sesuatu dengan idealisme,” ungkapnya.

Ia juga mengajak seluruh elemen dan akademisi khususnya untuk mulai ikut berwacana dan tidak apatis.

Ini menurutnya agar masyarakat juga memiliki peran dalam menentukan kebijakan.

“Saya harap rekan-rekan semua ayo kita mulai berwacana. Posisi tidak masalah, yang penting wacana publik hidup dan oligarki kebijakan tidak hanya berada ditingkat elit melainkan masyarakat dapat memiliki peranan untuk menentukan kebijakan atas daerahnya sendiri,” imbuhnya.(kto)

Berita Lainnya

Terkini