Kabarnusa.com – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar, mengharapkan proses hukum hingga pengadilan kasus meninggalnya Salim Kancil yang menjadi korban penganiayaan karena menjaga lingkungan, dilakukan transparan.
“Saya juga meminta dan mendesak agar persidangan dilakukan di Pengadilan Negeri Lumajang. Sehingga bisa menjamin keselamatan keluarga korban dan saksi-saksi lainnya,” katanya.
Dengan begitu, hasilnya dari pengadilan dapat diawasi oleh masyarakat dan tidak ada indikasi yang mencurigakan.
Hal itu disampaikan saat menghadiri 100 hari mengenang kematian Salim Kancil. Sosok aktivis warga lumajang yang menolak pertambangan pasir di desanya di Desa Selo Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Salim meninggal pada akhir September 2015.
Desakan yang dikemukakan karena adanya keluhan dari para saksi yang mengkhawatirkan keselamatan jiwanya jika sidang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya.
“Logikanya memang benar. Karena jaraknya cukup jauh dan sangat memberatkan saksi-saksi yang sebagian besar bekerja sebagai petani,” tuturnya akhir pekan lalu.
Pengadilan, harus memperhatikan keinginan para saksi yang menginginkan Pengadilan di Lumajang. Jika dipaksakan tetap dilakukan di Surabaya, kata Marwan Jafar, akan membuat lelah saksi.
“Saksi perlu konsentrasi yang baik. Apalagi saksinya tidak hanya masyarakat, tapi istri almarhum Salim Kancil. Kondisi itu harus menjadi perhatian,” katanya.
Dalam kasus meninggalnya Salim Kancil, secara pribadi dan atas nama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah, dan Transmigrasi, dia sangat berduka.
“Saat mendapat undangan peringatan 100 hari meninggalnya Salim Kancil, saya langsung nyatakan akan hadir dan memberikan dukungan kepada masyarakat agar terus peduli dengan desa dan lingkungannya,” ujarnya. (ari)