DENPASAR – Toko-toko modern berjaringan masih banyak memajang produk dan iklan rokok secara mencolok seperti di samping atau di belakang kasir sehingga hal itu dinilai belum mendukung upaya menekan pengendalian konsumsi rokok.
Ketua Pusat Kajian Pengendalian Tembakau dan Kesehatan Paru Universitas Udayana, Made Kerta Duana mengatakan, pertumbuhan pengguna rokok terus meningkat. Tragisnya, erokok pemula atau yang dikenal perokok usia dini pertumbuhannya kini sangat signifikan.
“Tingginya pengguna rokok di kalangan remaja ini banyak penyebabnya, diantaranya karena mudahnya akses mendapatkan rokok dan harga yang terjangkau uang saku mereka,” kata Ketua Pusat Kajian Pengendalian Tembakau dan Kesehatan Paru Universitas Udayana, Made Kerta Duana, Selasa (6/3/2018).
Selain harga dan akses tersebut, dia menjelaskan tingginya perokok pemula ini juga disebabkan karena faktor lingkungan terdekatnya, promosi iklan serta trend baru rokok elektrik.
Dia mencontohkan, bagaimana toko modern berjaringan, memasang rokok maupun iklan rokok yang sangat mudah terlihat atau dijangkau anak-anak ketika mereka berbelanja.
Mestinya, kotak rak rokok atau iklan-iklan berjalan dalam ruangan iti, diletakkan di tempat-tempat khusus yang tidak secara mudah dijangkau khususnya mereka yang masih di bawah umur maupun remaja.
“Langkah efektif mengendalikan tumbuhnya pengguna rokok dengan menaikkan harga yang cukup tinggi sangat efektif seperti di luar negeri,” sambungnya di sela-sela Workshop Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor: 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Pengaturan Iklan Rokok pada Kawasan Toko Modern di Kota Denpasar.
Dhuana mencontohkan, di luar negeri harga rokok bisa Rp 100 ribu lebih, sementara di Indonesia sangat murah sekitar Rp 20 ribuan.
Dikatakan, rendahnya harga rokok di Tanah Air tersebut juga karena penghitungannya mengacu pada inflasi sehingga kenaikannya terbilang kecil. Padahal rencananya harga rokok naik sampai Rp50 ribu, namun realitanya naik hanya Rp 10 ribuan.
“Harga yang sangat terjangkau ini membuat peminat rokok jadi bertumbuh cukup tingggi,” jelasnya. Pihaknya mengakui, dibandingkan nasional pengguna rokok di Bali lebih rendah. Berdasarkan data prevalensi perokok remaja naik dari 22 persen tahun 2007 menjadi 27 persen di tahun 2017.
Untuk perokok pria dewasa di Bali mencapai 55 persen dan wanita dewasa 5 persen. Angka ini lebih rendah dari nasional.
Dalam kesempatan sama, dr. IBG Ekaputra dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar mengatakan berbagai upaya dilakukan untuk mengendalikan pertumbuhan perokok ini seperti membentuk Klinik Berhenti Merokok serta adanya Kawasan Tanpa Rokok.
“Sebenarnya 70 persen warga ingin berhenti merokok tapi yang bisa cuma 15 persen,” tutupnya. (rhm)