Denpasar – Komitmen yang kuat dan kolaborasi menjadi kata kunci dalam upaya pencegahan dan pengendalian rabies di Provinsi Bali.
“Upaya pengendalian rabies tidak bisa hanya dilakukan pemerintah, tetapi juga membutuhkan peran serta sektor swasta, akademisi, peneliti, asosiasi, serta industri pariwisata,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra, pada acara “The Second High-Level Meeting of Mayors and Regents on Rabies Prevention in Bali” di Hotel Truntum, Kuta, Bali, pada Selasa, 10 September 2024.
Diharapkan kegiatan ini bisa mendorong peningkatan komitmen multisektoral, termasuk sektor publik, swasta, dan pemangku kepentingan terkait, dalam upaya pencegahan dan pengendalian rabies di Bali.
Dewa Made Indra kembali menekankan pentingnya keterlibatan industri pariwisata dalam upaya pengendalian rabies di Bali.
Menurutnya, sebagai destinasi wisata dunia, Bali sangat rentan terhadap isu kesehatan, termasuk rabies, yang dapat berdampak langsung pada jumlah kunjungan wisatawan.
Jika kasus rabies tidak terkendali, sektor pariwisata Bali akan terdampak negatif. Oleh karena itu, industri pariwisata diharapkan bersinergi untuk menciptakan lingkungan bebas anjing liar yang berpotensi menyebarkan virus rabies.
Pihaknya juga menyoroti tantangan utama dalam pengendalian rabies di Bali, yaitu populasi anjing yang tidak terkendali.
Disebutkan, Banyak anjing liar berkeliaran di tempat-tempat umum seperti pasar dan tempat pembuangan sampah.
Anjing-anjing ini berpotensi menyebarkan rabies melalui gigitan mereka. Sementara budaya masyarakat yang memelihara anjing tetapi tidak merawatnya dengan baik, termasuk tidak rutin memvaksinasi, memperparah situasi.
Masih banyak masyarakat yang menganggap remeh gigitan anjing dan tidak melaporkannya, sehingga terlambat mendapat perawatan medis, yang sering berakhir fatal.
Karenanya, pengendalian rabies di Bali memerlukan sinergi kuat dan mencakup spektrum yang lebih luas.
“Kita harus mengendalikan populasi anjing, menggencarkan vaksinasi, dan melaporkan segera setiap gigitan anjing,” imbuh Dewa Made Indra.
Masyarakat perlu mengetahui, vaksin rabies tersedia gratis. Kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan untuk merawat anjing dengan baik, tidak membiarkan mereka berkeliaran.
“Dengan sinergi dari semua pihak, kita bisa mewujudkan Bali bebas rabies, dan pada akhirnya mencapai Asia bebas rabies di tahun 2030,” harap Dewa Made Indra.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI)Bali Ni Made Dian Kurniasari, SKM.,MPH., mengungkapkan Bali kembali menghadapi ancaman serius terkait rabies.
Disampaikan beberapa tahun terakhir, kasus rabies meningkat drastis, menandakan masih adanya tantangan besar dalam pengendalian penyakit tersebut.
Sejumlah kendala lainnya turut memperlambat upaya pengendalian rabies di Bali, termasuk minimnya kolaborasi antara sektor publik dan swasta, serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan rabies.
Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dengan pendekatan terpadu.
Pendekatan One Health disadari bahwa kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan saling terkait.
Dalam konteks pencegahan rabies, pendekatan ini menjadi landasan penting untuk menyatukan sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan dalam satu kesatuan langkah.
Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan dapat mempercepat langkah pencegahan rabies di Bali. Selain itu, kemitraan publik-swasta juga sangat penting untuk memperkuat sumber daya dan program pencegahan.
Ditekankan kembali, keterlibatan pihak swasta dalam mendukung upaya pemerintah di bidang vaksinasi, edukasi, serta penanganan kasus rabies akan menjadi faktor krusial dalam mencapai Bali Bebas Rabies,” tukasnya.
Pada kesempatan sama Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) cabang Bali Dewa Made Anom menyampaikan, sejak tahun 2009 melakukan vaksinasi rabies guna membantu program pemeritah menanggulangi Rabies.
“Sejak tahun 2009 kami sudah membantu pemerintah dalam pengendalian rabies, vaksinasi hingga kontrol populasi anjing yang bisa menularkan rabies,” imbuhnya.
Para narasumber berasal dari berbagai latar belakang, baik nasional maupun internasional, yang akan memberikan perspektif terkait pencegahan dan penanganan rabies.
Diharapkan melalui pertemuan ini, akan ada peningkatan komitmen dari para pemimpin daerah dalam mendukung program pencegahan rabies.
Selain itu, terciptanya kemitraan yang lebih erat antara sektor publik dan swasta menjadi salah satu output yang diharapkan untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam upaya pengendalian rabies di Bali.
Dengan upaya bersama dari semua pihak, Bali diharapkan dapat segera terbebas dari ancaman rabies dan mewujudkan cita-cita menjadi wilayah yang bebas dari penyakit ini.
Diketahui, Rabies terus menjadi masalah kesehatan serius di Bali, yang membutuhkan perhatian dan penanganan intensif.
Kendati jumlah kasus gigitan anjing rabies dan kematian akibat rabies di Bali mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, ancaman rabies masih ada.
Pada tahun 2024, sejak Januari, tercatat sekitar 36.000 gigitan anjing di Bali, dengan 268 di antaranya positif terinfeksi rabies, mengakibatkan 5 orang meninggal dunia.
Penyebaran kasus rabies tercatat hampir di seluruh kabupaten/kota di Bali, sehingga diperlukan sinergi lebih luas dalam pengendalian rabies di Bali.
Acara digelar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Pengda Bali, Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development (APCAT), World Organisation for Animal Health (WOAH), bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Dinas Kesehatan Provinsi Bali, serta Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali.
Dengan tema “Enhancing Political Commitment and Public-Private Partnership,” kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat komitmen para pemimpin lokal dalam pencegahan dan pengendalian rabies melalui kebijakan berbasis bukti dan kemitraan publik-swasta menggunakan pendekatan One Health.
Acara berlangsung satu hari ini diikuti 100 peserta, termasuk perwakilan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-Bali, World Health Organization (WHO), Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development (APCAT), World Organisation for Animal Health (WOAH), Food and Agriculture Organization (FAO), Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP), Udayana One Health Collaborating Center (OHCC), kepala desa, pengelola objek wisata, organisasi profesi, akademisi, dan mitra media. Narasumber yang hadir berasal dari kalangan internasional, nasional, dan lokal.***