Pentingnya Konteks Budaya dalam Manajemen Bencana di Indonesia

14 Februari 2016, 06:30 WIB
(ilustrasi/net)

Kabarnusa.com – Berbagai macam bencana alam seperti gempa bumi, banjir, gunung meletus dan lainnya kerap terjadi di Indonesia yang menuntut manajemen kebencanaan yang tepat salah satunya memasukkan akan pentingnya pendekatan budaya.

Dr. Gavin Sullivan peneliti dari Coventry University menekankan pentingnya konteks budaya sebagai salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen bencana. Apalagi, Indonesia masing-masing daerahnya memiliki budaya yang khas.

Kondisi ini menuntut adanya strategi manajemen bencana yang disesuaikan dengan budaya di tiap daerah, tidak hanya dalam penanganan bencana yang telah terjadi, tetapi juga dalam mengomunikasikan risiko dari bencana.

“Saya memperhatikan dari media, peristiwa erupsi pada tahun 2010 terdapat kearifan lokal seperti kepercayaan tentang gunung yang membuat masyarakat mempercayai hal-hal tertentu sebagai tanda akan terjadinya bencana,” katanya dalam laman ugm.aci.id belum lama ini.

Kata dia, dalam kasus ini, strategi risk communication memiliki peran penting untuk mengubah pandangan masyarakat dan membuat mereka mengerti akan risiko yang mereka hadapi jika tidak segera meninggalkan lokasi bencana.

Diketahui, Indonesia dikenal sebagai laboratorium bencana terbesar di dunia. Dalam beberapa dekade terakhir kita menyaksikan terjadinya berbagai macam bencana yang menelan korban jiwa serta kerugian material yang tidak sedikit.

Dampak yang ditimbulkan pun dapat diamati di berbagai ranah kehidupan. Karena itu, penanganan bencana tidak cukup hanya mengandalkan satu disiplin ilmu tertentu.

Diperlukan penanganan yang sistematis, menyeluruh, dan efisien untuk mencegah serta mengatasi berbagai dampak buruk yang dapat muncul dari terjadinya bencana alam.

Kepala CPMH, Dr. Diana Setiyawati, menegaskan, Strategi manajemen bencana yang tidak memperhatikan konteks budaya, menurutnya, membuat usaha penanganan bencana menjadi kurang efektif.

Misalnya, ketika di sebuah desa dibuat jalur evakuasi untuk menghadapi gempa, ada beberapa orang yang tidak mau mengikuti arahan karena cara yang digunakan dianggap tidak sesuai dengan kultur mereka.

“Oleh karena itu, para ahli bencana perlu berkolaborasi dengan ahli psikologi atau ahli dalam bidang lain yang lebih memahami cara pendekatan kepada masyarakat,” ujarnya. (ari)

Berita Lainnya

Terkini