YOGYAKARTA – Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler masih tergolong tinggi di Indonesia bahkan Kementerian Kesehatan tahun 2013 menyebut penyakit kardiovaskuler masih termasuk dalam 10 penyakit tidak menular dengan prevalensi tertinggi.
Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk diantaranya adalah penyakit jantung koroner, gangguan irama jantung (aritmia), gagal jantung, hipertensi dan stroke. Di Indonesia penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26,4 persen.
“PJK yang dikelompokkan penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian. 26, 4 persen, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker,” kata Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Ph.D., Sp.OG (K), Dekan Fakultas Kedokteran UGM, saat membuka Simposium Kardiologi “Atrial Fibrilation Awareness”, di RS UGM baru-baru ini.
Secara global, menurut Ova Emilia, penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu. Di tahun 2008, diperkirakan 17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler dan lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi pada usia di bawah 60 tahun.
Simposium Kardiologi “Atrial Fibrilation Awareness” merupakan kegiatan Annual Scientific Meeting (ASM) 2017. Simposium digelar dalam rangkaian Dies Natalis ke-5 RS UGM, Dies ke-71 Fakultas Kedokteran UGM dan HUT ke-35 RSUP Dr. Sardjito .
Prof. Dr. Elisabeth Siti Herini, selaku ketua umum ASM 2017, menyatakan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Karena itu, upaya pencegahan terhadap penyakit tersebut harus terus dilakukan.
“Pencegahan penyakit kardiovaskuler, baik primer maupun sekunder, berhubungan erat dengan pengendalian faktor risiko antara lain hipertensi, dislipidemia, dan diabetes mellitus,” katanya dikutip dari laman ugm.aci.id
Simposium ini dihadiri 350 peserta dari kalangan dokter spesialis, dokter umum, dosen, mahasiswa, dan alumni Fakultas Kedokteran UGM. Salah satu penyakit kardiovaskuler yang memiliki morbiditas tinggi adalah atrial fibrillasi.
Atrial fibrillasi adalah kelainan irama jantung yang disebabkan timbulnya berbagai macam fokus ektopik pada atrium.
Kelainan tersebut merupakan kelainan irama jantung dengan prevalensi terbanyak sekaligus dapat menyebabkan komplikasi, antara lain gagal jantung, stroke, dan pada akhirnya angka kematian semakin bertambah tinggi.
Dr. Triatmo Budiyuwono, membahas Dislipidemia: Penanganannya, Dalam Mencegah PJK yang Harus Diketahui Dokter non-kardiologis, mengatakan ada 6 faktor risiko mayor, penyakit jantung koroner (PJK) dan ekuivalen PJK sebagai kategori risiko.
Keenam faktor risiko mayor tersebut, antara lain jenis kelamin, usia, tekanan darah sistolik, kadar batas kolesterol, HDL-C, dan merokok.
Menurut Triatmo Budiyuwono, tingginya kadar LDC-C dan TG serta rendahnya kadar HDL-C berperan penting pada terbentuknya aterogenesis dan berhubungan dengan risiko PJK yang telah dibuktikan dengan studi-studi epidemiologis.
Meski begitu, risiko PJK hanya dapat diturunkan dengan intervensi menurunkan LDL-C. “Menurunkan kadar LDC-C, baik pada prevensi primer maupun sekunder, terbukti dapat mencegah kejadian risiko kardiovaskuler,” imbuhnya. (des)