Perayaan Seni Global di Bali: Dari ‘Trokomod ‘Heri Dono Hingga Ekperimen Lintas Budaya

Art & Bali 2025 pameran seni internasional mengubah Nuanu Creative City menjadi wadah seni kontemporer, menyatukan lebih dari 150 seniman

12 September 2025, 18:18 WIB

TabananArt & Bali 2025, sebuah pameran seni internasional yang baru pertama kali diadakan di Bali, telah resmi dibuka. Ajang ini secara perdana mengubah Nuanu Creative City menjadi wadah bagi kancah seni kontemporer, menyatukan 17 galeri dan lebih dari 150 seniman dari berbagai negara.

Pameran ini sekaligus menandai babak baru bagi Bali sebagai pusat budaya global, di mana warisan leluhur bersua dengan masa depan digital.

Dengan tema “Bridging Dichotomies”, Art & Bali 2025 menjadi panggung pertemuan antara tradisi dan modernitas, alam dan teknologi, serta kreativitas manusia dan kecerdasan buatan.

Bagi Kelsang Dolma, Direktur Art & Bali, pameran ini merupakan upaya menanamkan percakapan global di tanah Bali, sebuah penghormatan pada tradisi sekaligus membuka pintu bagi suara-suara baru.

Pameran ini menjadi ajang bagi berbagai galeri dan seniman internasional, mulai dari Indonesia, Jepang, Korea, Singapura, hingga Spanyol.

Partisipasi mereka menunjukkan keragaman ekspresi artistik. Santrian Art Gallery hadir dengan karya yang mengawinkan tradisi Bali dengan semangat kontemporer.

Sementara itu, Asia Pacific Print Club mendorong seni cetak di kawasan Asia Pasifik, dan Feb Gallery Tokyo membawa eksperimen seni lintas budaya yang khas.

Sorotan utama dari pameran ini adalah “Trokomod,” sebuah karya monumental setinggi 7,5 meter dari seniman Indonesia ternama, Heri Dono.

Untuk pertama kalinya, publik di Bali bisa menyaksikan instalasi yang pernah dipamerkan di Venice Biennale 2015 ini.

“Trokomod,” yang menggabungkan simbol kuda Troya (Trojan Horse) dan komodo, menjadi representasi kuat suara Indonesia di kancah seni global.

Kehadirannya semakin diperkaya dengan pertunjukan site-specific dari kolektif Kitapoleng yang merespons karya tersebut.

Selain itu, pameran ini juga menampilkan “Terra Nexus,” sebuah pameran media baru yang dikurasi oleh Mona Liem.

Dengan partisipasi lebih dari 30 seniman, pameran ini melampaui batas medium konvensional, menghadirkan instalasi imersif dan kolaborasi antara seniman digital dengan pemahat tradisional.

Mona Liem mendeskripsikan pameran ini sebagai perwujudan ekspresi holistik, di mana teknologi dan sains menari bersama seni untuk melahirkan inovasi yang berakar pada budaya lokal.

Seniman yang terlibat di dalamnya termasuk nama-nama besar seperti Budi Ubrux, Goenawan Mohamad, dan Ivan Sagita.

Pengunjung juga dapat berinteraksi langsung dengan karya seni melalui Menara THK, instalasi raksasa yang dibuat dari material daur ulang oleh arsitek Arthur Mamou-Mani dan seniman Bali, Chiko Wirahadi.

Dalam fase terbarunya, menara ini menjadi karya seni interaktif, di mana pengunjung dapat memproyeksikan harapan dan emosi mereka.

Karya ini diwujudkan bersama seniman internasional seperti Maksim Ha dan Slava Ha, menjadikannya sebuah instalasi yang hidup dan terus berubah.

Secara keseluruhan, Art & Bali tidak hanya sekadar memamerkan karya seni.

Ajang ini menjadi sebuah ruang pertemuan di mana seni menjadi jembatan yang mempererat komunitas dan membuka percakapan global, menegaskan posisi Bali sebagai tempat di mana seni dan budaya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. ***

Berita Lainnya

Terkini