![]() |
ilustrasi / *ist |
KabarNusa.com – Pihak Pertamina menolak menurunkan harga BBM di Bali yang tergolong tertinggi di Indonesia lantaran Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang pajak daerah sebagai dasar penentuan harga hingga kini masih berlaku.
Dalam rapat dengar pendapat antara KOmisi II DPRD Bali dan Pertamina WIlayah Bali, NTB dan NTT, terungkap bahwa sebagai operator di lapangan Pertamina belum mengantongi salinan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 191 Tahun 2014.
Aturan itu berisi tentang penurunan harga BBM dan perhitungan harga premium.
Anggota dewan mempersoalkan payung hukum Pertamina wilayah Bali menentukan harga BBM di Bali jika tidak mengantongi salinan Inpres tersebut.
Karena tidak mengantongi salinan Inpres itu, anggota dewan mendesak Pertamina Wilayah Bali menurunkan harga premium di Bali mulai Rabu 7 Desember 2015 pukul 00.00 wita. dengan harga yang sama dengan daerah lain di Indonesia.
Namun, desakan dewan ditolak Pertamina sebagaimana disampaikan Marketing Branch Manager Pertamina Bali dan NTB, Iwan Yudha Wibawa.
Yudha Wibawa mengatakan, sebagai operator di lapangan, Pertamina Wilayah Bali tidak memiliki kewenangan untuk memenuhi desakan anggota dewan.
Selain itu, pihaknya akan segera menurunkan harga jika Perda Nomor 1 Tahun 2011 direvisi terlebih dahulu dengan menurunkan PBBKB sebesar 5 persen.
Terkait salinan Inpres tersebut, dijelaskan Yudha Wibawa, itu ada di kantor Pertamina Pusat.
Pihaknya hanya diinstruksikan untuk menjalankan Inpres tersebut terhitung sejak 1 Januari 2015.
Meski begitu, dia berjanji dalam dua hari ke depan berusaha mendapatkan salinan Inpres tersebut.
“Draft (Inpres) ada di pusat. Kami hanya menjalankan instruksi dari pusat,” sambunga dia.
Wakil ketua komisi II DPRD Bali yang memimpin rapat tersebut, I Made Budastra, mendesak Yudha Wibawa segera mendapatkan salinan Inpres tersebut.
Budastra menyesalkan sikap Pertamina Wilayah Bali tidak melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah provinsi Bali dalam memberlakukan harga BBM tanpa mengantongi salinan Inpres itu.
Pertamina seharusnya berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Itu (salinan Inpres Nomor 191 Tahun 2014) harus menjadi pertimbangan.
“Pertamina harus berteriak ke pusat. Harga yang berbeda itu mengganggu keadilan masyarakat di Bali,” tukasnya.
Akhirnya, Komisi II DPRD Bali dan pemprov Bali sepakat segera merevisi Perda Nomor 1 Tahun 2011 untuk menurunkan PBBKB sebesar 5 persen. (kto)