Jakarta – Pertamina melakukan evaluasi secara berkala harga BBM Non Subsidi seperti Pertamax dan Dex Series yang disesuaikan dengan tren harga minyak dunia.
Sebagaimana disampaikan Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, harga BBM non subsidi akan terus disesuaikan mengikuti tren harga rata-rata publikasi minyak yakni Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus.
“Evaluasi dan penyesuaian harga untuk BBM non subsidi akan terus dilakukan secara berkala setiap bulannya,” ” jelas Irto Ginting dari keterangan tertulis Senin 3 Oktober 2022.
Berdasarkan perhitungan, pada periode September lalu untuk produk Gasoline (bensin) yakni Pertamax Series mengalami penyesuaian turun harga, sedangkan untuk produk Gasoil (diesel) Dexlite dan Perta Dex penyesuaiannya naik harga.
Jadi, lanjut Irto Ginting, eluruh penyesuaian harga berlaku mulai tanggal 1 Oktober.
Diketahui, Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) kembali melakukan penyesuaian harga jual jenis bahan bakar umum (JBU) atau BBM non subsidi, yakni Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Perta Dex.
Pertamax Turbo (RON 98), terdapat penyesuaian harga menjadi Rp 14.950 dan untuk Pertamax (RON 92) menjadi Rp 13.900. Sedangkan Dexlite (CN 51), terdapat penyesuaian harga menjadi Rp 17.800 dan Perta Dex (CN 53) harganya menjadi Rp 18.100 per liternya.
Dijelaskan, harga ini berlaku untuk propinsi dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 5% seperti di wilayah DKI Jakarta.
Irto Ginting mengungkapkan seluruh harga baru ini sudah sesuai dengan penetapan harga yang diatur dalam Kepmen ESDM No. 62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga JBU atau BBM non subsidi.
Pertamina juga terus berkomitmen untuk menyediakan produk dengan kualitas yang terjamin dengan harga yang kompetitif diseluruh wilayah Indonesia.
Terkait perbedaan penyesuaian harga pada produk Pertamax Series dan Dex Series, Irto menjelaskan bahwa hal ini diakibatkan oleh kondisi energi global, salah satunya adalah geopolitik di Eropa Timur.
Kondisi ini menyebabkan tingginya permintaan produk bahan bakar gas diseluruh dunia, dan salah satu subtitusi produk bahan bakar gas adalah bahan bakar diesel yang harganya mengacu kepada MOPS Kerosene.
“MOPS Kerosene ini menjadi acuan harga untuk bahan baku produk diesel. Tingginya permintaan dan terbatasnya bahan baku membuat harganya menjadi tetap tinggi, meskipun harga minyak dunia trennya menurun,” tutup Irto Ginting . ****