Peserta WWF Dari Berbagai Negara Kunjungi DTW Jatiluwih

Desa Jatilluwih di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan ,Bali, menjadi obyek kunjungan delegasi berbagai negara selama pelaksanan Worl Water Forum (WWF) ke 10 yang dilaksanakan di Nusa Dua Bali 18-25 Mei 2024

25 Mei 2024, 16:00 WIB

Tabanan – Tercatat 105 orang peserta World Water Forum (WWF) ke 10 yang digelar di Nusa Dua Bali mengunjungi Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali, di hari terakhir WWF, Sabtu (25/5/2024)

Rombongan peserta WWF dari berbagai negara tersebut diterima Sekretaris Daerah Tabanan I Gede Susila didampingi Manajer Operasional DTW Jatiluwih I Ketut Purna dan sejumlah pejabat terkait Pemkab Tabanan. Usai mendapat kalungan rangkaian bunga gemitir, rombongan peserta WWF disambut 20 orang kaum ibu yang menarikan Rejang Kesari dan 20 orang pager ayu yang berbaris di kanan kiri jalan menuju areal terasering persawahan di Subak Jatiluwih.

Manajer DTW Jatiluwih I Ketut Purna yang akrab dipanggil dengan nama John Ketut Purna saat mendampingi rombongan meninjau terasering sawah menjelaskan tentang Subak sebagai organisasi pengaturan air di sawah, kehidupan penduduk di Desa Jatiluwih yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, serta tentang beras merah atau padi Cendana yang dikembangkan dan ditanam petani di Subak Jatiluwih secara turun temurun. “Mereka sangat tertarik dengan sawah berundak serta sistim subak yang ada di Desa Jatiluwih. Mereka juga menanyakan tentang beras merah yang diproduksi petani di Subak Jatiluwih,” ujar I Ketut Purna usai mendampingi peserta meninjau terasering sawah

Baca juga : WWF ke-10 di Bali Dorong Kolaborasi Lahirkan Inovasi dan Solusi Perkuat Sumber Daya Air Berkelanjutan

Disebutkan, rombongan peserta yang mengunjungi DTW Jatiluwih di hari terakhir pelaksanaan WWF ke 10 ini berasal dari berbagai negara. Selain mewakili negara banyak juga peserta perorangan yang mewakili organisasi atau lembaga. “Peserta ada yang berasal dari Kenya, Perancis, Estonia, Jepang, Korea, Denmark, Algeria, Kazaktan, Jepang, Suriname, Turkey, Kanada, Afrika Selatan, Timor Leste dan India. Banyak juga yang berasal dari Indonesia sendiri,” katanya. Ditanya jumlah pasti peserta yang tergabung dalam rombongan kali ini, I Ketut Purna menyebut sekitar 100 orang. “Jumlah peserta sekitar 100 orang, Namun bila dilihat dari jumlah kalung rangkaian bunga yang kami siapkan 105 untai semuanya habis. Berarti jumlah pesertanya 105 orang,” katanya yakin.

Purna mengakui, dibandingkan hari-hari sebelumnya, jumlah rombongan yang mengunjungi Desa Jatiluwih di hari terakhir pelaksanaan WWF ke 10 di Bali ini merupakan jumlah terbanyak. Biasanya rombongan delegasi yang mewakili negara jumlahnya beberapa orang saja dan paling banyak hanya belasan orang. Tidak sampai puluhan orang. Kali ini sampai seratus orang lebih. “Rombongan peserta terbanyak di hari terakhir pelaksanaan WWF di Bali ini kami sambut khusus dengan pager ayu dan tarian rejang Kesari, sebuah tarian yang dikhususkan untuk Dewi Sri, Dewi kemakmuran dan kesuburan di sawah. Delegasi atau rombongan sebelumnya tanpa sambutan khusus seperti hari ini,” katanya berterus-terang.

Diakuinya juga, di antara delegasi yang telah datang berkunjung ke DTW Jatiluwih Purna merasa respek dengan delegasi dari Thailand. Meski pertaniannya sudah berkembang dan lebih maju dibanding Indonesia, namun delegasi Thailand tetap mau berkunjung ke Desa Jatiluwih mengagumi terasering sawah dan beras merah yang ada di Desa Jatiluwih. Begitu juga dengan delegasi dari Namibia yang sangat tertarik dengan sistim subak dan menyarankan seharusnya seluruh delegasi WWF datang ke Jatiluwih belajar mengenai tata kelola air irigasi untuk persawahan yang dikenal dengan nama subak

Baca juga : UNESCO Akui Subak Desa Bengkel Tabanan Jadi Situs Budaya Dunia yang Wajib Dilestarikan

Dijelaskan, subak telah dikenal masyarakat Bali sejak ratusan tahun yang lalu. Subak merupakan suatu sistem swadaya masyarakat yang berfungsi mengatur pembagian aliran irigasi yang mengairi setiap petak area persawahan.

Sistem ini dikelola secara berkelompok dan bertingkat yang disertai dengan pembagian peran yang spesifik bagi setiap anggotanya.

“Pembagian air didasarkan atas luasan petakan sawah. Bila sawahnya luas arealnya kecil jatah airnya sedikit. Sebaliknya bila arealnya luas, jatah airnya juga banyak. Banyak sedikitnya jatah air ditentuakan luas areal sawahnya dengan ukuran tertentu,” paparnya.***

Berita Lainnya

Terkini