Prof Carey Ungkap Indonesia Dihadang Politisasi Agama untuk Tujuan Politik

15 Oktober 2016, 20:14 WIB
Sejarawan Inggris Prof. Dr. Peter Carey (foto:youtube)

YOGYAKARTA – Indonesia menghadapi dua tantangan besar di masa mendatang yakni masalah korupsi dan politisasi agama untuk tujuan politik.

Hal itu diungkapkan sejarawan asal Inggris, Prof. Dr. Peter Carey, yang menjadi pembicara kunci dalam konferensi International Conference on Southeast Asia Studies (ICSEAS), di Sekolah Pascasarjana UGM baru-baru ini,

Carey yang mengamati tentang perkembangan Indonesia dalam 15 tahun terakhir menyimpulkan dua tantangan besar tersebut yang mesti dipikirkan.

“Dua tantangan besar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah soal korupsi dan politisasi agama untuk tujuan politik,” tegasnya dikutip dalam laman ugm.ac.id.

Menurutnya, dalam hal urusan korupsi, Indonesia telah menderita kerugian mencapai Rp205 triliun sepanjang tahun  2001-2015,  Hanya 11 persen atau Rp22 triliun telah diperoleh kembali melalui proses peradilan.

“Jumlah yang hilang ini setara dengan seluruh anggaran untuk pembangunan 871 kilometer jalan tol dan jalan baru,” ungkap Peter.

Korupsi terbesar, menurutnya, ada di lingkungan PNS dan korporasi.

Menurut Carey langkah yang bisa diambil untuk menekan perilaku perampasan uang negara yaitu dengan memberantas mental permisif korupsi di lingkungan birokrasi, perusahaan serta di masyarakat.

Apa yang dihadapi Indonesia saat ini, dua mirip dengan yang dialami Inggris pada abad ke-18 yaitu ketika pemerintah menghadapi lembaga negara yang korup dan berupaya menciptakan kondisi pemerintahan yang efektif dengan melakukan administrasi modern untuk menghindari praktik korupsi.

Sementara, antropoplog UGM, Prof PM Laksono, menyoroti perlunya pengenalan kearifan lokal dalam mengembangkan keberagaman pangan sesuai dengan kearifan rakyat.

Hal itu dikemukakan Laksono karena ia menilai kebijakan pangan saat ini cenderung bersifat parsial dan masih fokus pada ketersediaan dan konsumsinya saja, “Peningkatan kapasitas produksi pangan nyaris terabaikan,” kata Laksono.

Ketua panitia ICSEAS, Dr. Pujo Semedi, mengatakan konferensi kali ini  menawarkan ide dan membuka keragaman alternatif riset yang dapat terus dikembangkan para peneliti di Asia Tenggara.

Menurut Pujo, perjalanan panjang Asia Tenggara yang melewati transisi dari masa kolonial hingga bebas dari penjajahan menawarkan ragam pengetahuan yang dapat digali lebih lanjut.

“Para peneliti ini turut menyumbangkan kontribusi dalam isu-isu yang berkembang di Asia Tenggara,” katanya.

Sebanyak 130 ilmuwan sosial dari berbagai negara di kawasan Asia Tenggara mengikuti konferensi internasional studi Asia Tenggara atau International Conference on Southeast Asia Studies (ICSEAS) yang berlangsung di Kampus UGM.

Konferensi digagas Badan Penerbit dan Publikasi (BPP) UGM ini membahas 7 topik utama, diantaranya tentang demokrasi, ketahanan pangan, kemiskinan, dan kesejahteraan dan berlangsung selama dua hari, 13-14 Oktober 2016. (des)

Berita Lainnya

Terkini