Provinsi Bali Aman dari Penyebaran Virus Flu Babi Afrika

27 Desember 2019, 21:12 WIB
babi
Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali Wayan Mardiana dan Plt Kadis Pariwisata Putu Astawa (kanan) saat memberikan keterangan pers terkait polemik virus African Swine Fever (ASF)

Denpasar – Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak) Provinsi Bali Wayan Mardiana mengklaim sampai saat ini Bali aman dari penyebaran virus African Swine Fever (ASF) atau dikenal flu babi Afrika.

Sebelumnya, polemik ramai beberapa waktu lalu, perihal virus ASF di beberapa Negara di Asia termasuk Indonesia sejak akhir tahun 2018. Provinsi Bali sebagai salah satu daerah yang termasuk memiliki populasi peternakan babi terpadat di Indonesia, juga terkena imbas dari masalah tersebut.

Penularan wabah ASF di Indonesia pun memang benar adanya yang sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tertanggal 12 Desember 2019 tentang pernyataan wabah demam babi ASF pada beberapa wilayah di Indonesia yakni beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

“Namun hingga saat ini, Provinsi Bali aman dari penyebaran virus ASF,” tegas Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak) Provinsi Bali Wayan Mardiana didampingi Plt. Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali Putu Astawa kepada wartawan Kantor Dispar, Renon, Denpasar, Jumat (27/12/2019).

Penyebaran virus ASF sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian, yang awalnya terdeteksi di beberapa Negara di Asia seperti China, Kamboja, Vietnam, Hongkong, Korea Utara dan sebagainya.

“Tapi saya tegaskan, untuk Bali hingga saat ini masih dinyatakan pada level aman,” tegas Mardiana.

Virus ini memiliki masa inkubasi maksimal hingga 20 hari, penyebaran diantaranya melalui kontak langsung antara ternak babi terjangkit dengan ternak babi sehat lewat cairan semen.

Bisa juga melalui kontak tidak langsung lewat feses dan urine, alat transportasi yang terjangkit, maupun olahan yang berasal dari ternak babi terjangkit.

Proses penularan wabah yang selanjutnya yang perlu diwaspadai antar negara atau daerah menurut Mardiana adalah distribusi daging mentah maupun olahannya yang diperjualbelikan, maupun dibawa para wisatawan sebagai tentengan saat berkunjung.

“Apabila tidak habis akan dibuang dan dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang berasal dari limbah sisa makanan,” sambungnya.

Wisatawan beberapa negara Asia memiliki kebiasaan membawa tentengan olahan babi dari negaranya untuk disantap saat berwisata, apabila tidak habis akan dibuang dan terkumpul pada limbah sisa makanan.

Hal yang berbahaya apabila limbah sisa makanan terutama yang berisi olahan babi terjangkit tersebut dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sangat berpeluang terjangkit.

“Hal ini yang perlu diwaspadai, karena masih banyak peternak kita yang memanfaatkan limbah sisa makanan dari areal pariwisata seperti limbah hotel, pesawat hingga TPA, ini yang harus dihindari,” tegas Mardiana.

Dirinya sudah melaksanakan beberapa tindakan pencegahan penyebaran seperti sosialisasi kepada peternak terkait penularan virus ASF, menjaga sanitasi, vaksinasi, hingga melakukan pelaporan apabila ada indikasi mencurigakan terhadap ternak yang mati mendadak sehingga bisa dilakukan sampling sebagai bahan analisa.

Terhadap otoritas jasa transportasi seperti Angkasa Pura untuk pemegang kewenangan transportasi udara dan Pelindo untuk jasa pelabuhan, dhimbay melaksanakan pemusnahan terhadap limbah sisa makanan.

Hal yang paling signifikan yang sudah dilaksanakan yakni melarang peredaran daging babi dan olahannya dari luar Bali.

Tidak hanya dari daging babi, virus ini juga bisa menyebar dari olahannya seperti sosis, hamburger, saee dan sebagainya berbahan daging babi. Untuk itu sementara kita larang peredarannya yang berasal dari luar Bali.

“Disamping juga Bali masih surplus daging babi, jadi hasil peternak kita masih cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kita malah menjadi pemasok untuk daerah lain seperti Jakarta,” bebernya.

Virus ASF tidak berbahaya untuk manusia. Virus ini tidak menyebar ke beda ternak seperti ayam dan sapi, apa lagi manusia. Jadi virus ini tidak berbahaya bagi manusia. Kerugian terbesar yang bisa dialami adalah kerugian ekonomi, karena kalau sudah terjangkit bisa semua terkena.

Bayangkan saja di Bali, terdapat sekitar 400.000 ekor ternak, jika diasumsikan satu ekor minimal seharga 2 juta, lanjut dia, maka minimal kerugian yang dialami sekitar 800 miliar. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini