Publik Menunggu Kinerja Ahok Atasi Mafia Impor Migas

13 Februari 2020, 07:42 WIB
ilustrasi/net

Jakarta- Masyarakat menunggu bagaimana kinerja Basuki Cahya Purnama (Ahok) dalam mengatasi isu importir atau mafia migas yang menyebabkan mandegnya pertumbuhan sektor industri Tanah Air.

Presiden Joko Widodo berulangkali menyampaikan kekesalannya bukan main soal impor minyak yang terus membengkak dan membuat ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia susah bertumbuh maju.

Presiden berkeyakinan, ada peran para importir atau mafia migas juga dibalik defisit Minyak dan Gas Bumi (Migas) atas semua permasalahan mandegnya pertumbuhan sektor industri sebagai akibat terkendalanya pembangunan kilang minyak di Indonesia.

Disamping itu, kontroversi penunjukkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Komisaris Utama (Komut) PT. Pertamina dan tudingan Menteri Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan bahwa perusahaan BUMN ini sumber kekacauan sampai saat ini belum terjawab.

Ekonom Konstitusi Defiyan Cori lantas mempertanyakan sejumlah hal kepada Pertamina, khususnya Komisaris Utama.

Kata Defiyab, bagaimanakah kinerja pemeriksaan internal Pertamina atas tindaklanjut temuan Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang pernah dibentuk Presiden Joko Widodo pada periode 2014-2015.

Temuan itu menyampaikan, telah terjadi kerugian atas Pertamina akibat para mafia pemburu rente impor minyak crude oil yang mengambil sebesar US$ 2-3 barel per hari melalui proses bidding dan blending atas impor migas oleh Indonesia sebesar 800 ribu barel per hari, yang berarti mereka mendapatkan sekitar US$ 2,4 juta atau setara dengan Rp 33,6 Miliar per hari atau mencapai sekitar Rp 1 Triliun sebulan.

“Sehubungan tindaklanjut “pembubaran” anak usaha Pertamina, yaitu Pertamina Energy Trading Limited (PETRAL) dan digantinya peran itu oleh Integrated Supply Chain (ISC), pertanyaannya kemudian adalah apakah mafia migasnya benar-benar sudah tidak ada atau kinerja impor migas telah menurun dari angka 800 ribu barrel per hari?,” tukas Defiyan dalam siaran pers, Kamis (13/2/2020)

Terkait kedua permasalahan di atas, maka publik menunggu kinerja Ahok sebagai Komut agar melakukan pemeriksaan secara menyeluruh atas transaksi-transaksi impor migas yang selama ini dilakukan oleh Pertamina dengan mitranya.

“Apakah benar kehilangan sebesar US$2-3 per hari atau Rp 1 Triliun per bulan dari transaksi impor yang dilakukan itu sudah tidak ada?,” sambungnya.

Kemudian, bagaimanakah kemajuan kinerja pembangunan kilang minyak yang telah diminta Presiden untuk mengatasi defisit migas dan tidak bergantung pada impor migas dari Singapura dalam memenuhi kekurangan pasokan konsumsi dalam negeri sebesar 800 ribu barrel per hari itu.

Defiyan melihat, penyelesaian masalah-masalah tersebut akan menjadi bukti, bahwa penunjukkan Ahok sebagai Komut Pertamina walaupun dengan penuh kontroversial dapat dianggap tepat menjawab keluhan Presiden serta sekaligus menyelesaikan sumber kekacauan yang ditudingkan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi.

“Publik tentu saja menunggu pembuktian kinerja Ahok mengatasi permasalahan mafia impor migas tersebut, termasuk terbangunnya kilang minyak Pertamina untuk mengakhiri impor dan mengatasi defisit migas,” demikian Defiyan. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini