Yogyakarta – Ribuan warga, baik dari dalam maupun luar kota, memadati kompleks Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, untuk menyaksikan puncak perayaan Hajad Dalem Sekaten.
Acara digelar Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini adalah tradisi tahunan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, yang jatuh pada 12 Mulud Dal 1959 atau 12 Rabiulawal 1447 H.
Tahun ini, antusiasme masyarakat begitu tinggi karena prosesi Garebeg Mulud bertepatan dengan Tahun Dal, sebuah penanggalan Jawa yang hanya terjadi delapan tahun sekali.
Keistimewaan ini ditandai dengan kemunculan Gunungan Brama, sebuah gunungan khusus yang tidak ada di tahun-tahun biasa.
Untuk menjaga kelancaran acara, Keraton Yogyakarta menetapkan kawasan no-fly zone di area keraton. Masyarakat dilarang menerbangkan drone atau pesawat nirawak dalam radius 0-150 meter dari permukaan tanah selama prosesi berlangsung.
Koordinator Rangkaian Prosesi Garebeg Mulud Dal 1959, KRT Kusumonegoro, menjelaskan bahwa Gunungan Brama adalah simbol sedekah raja yang istimewa.
“Khusus Garebeg Mulud Tahun Dal, dikeluarkan salah satu pareden, yakni Gunungan Brama, yang nantinya juga diarak dan diboyong dari keraton menuju Masjid Gedhe,” ujar KRT Kusumonegoro.
Menurutnya, Gunungan Brama memiliki bentuk mirip Gunungan Estri, yaitu silinder tegak dengan bagian tengah yang lebih kecil.
Namun, keunikannya terletak pada asap pekat yang terus mengepul dari anglo berisi arang membara di puncaknya.
“Ini namanya Gunungan Brama atau Gunungan Kutug, hanya dikeluarkan pada Garebeg Mulud Tahun Dal atau setiap delapan tahun sekali,” jelasnya.
Berbeda dari enam gunungan lain yang dibagikan kepada masyarakat, Gunungan Brama tidak diperebutkan.
Gunungan ini akan dibawa kembali ke dalam kompleks Cepuri Kedhaton untuk dipersembahkan kepada Ngarsa Dalem (Sultan HB X) dan keluarga Keraton.
Prosesi sakral ini juga dikawal ketat oleh sepuluh Bregada Prajurit Keraton, termasuk prajurit-prajurit hasil rekonstruksi sejarah seperti Langenkusuma, Sumoatmaja, Jager, dan Suranata.
Prosesi ini berhasil menarik perhatian banyak kalangan, termasuk anak muda. Salah satu mahasiswa seni dari luar Yogyakarta, Gavin, mengaku sengaja datang karena keunikan acara yang hanya ada delapan tahun sekali.
“Saya kuliah di bidang seni dan kegiatan kebudayaan seperti ini sangat menarik untuk diikuti. Apalagi ini spesial karena Tahun Dal, jadi ada prosesi yang tidak ada di Garebeg sebelumnya seperti Gunungan Brama,” katanya.
Di sisi lain, Gavin menyarankan perbaikan pada koordinasi tempat parkir. “Tadi cukup kesulitan cari tempat parkir yang proper,” tambahnya.
Pesona Hajad Dalem Sekaten juga memikat wisatawan asing. Mirco, seorang turis asal Italia yang sedang berlibur di Indonesia, mengungkapkan kekagumannya.
“Saya tidak tahu banyak tentang festival ini, tapi saya tahu ini menyangkut umat Islam dan berasal dari keraton menuju masjid. Bagi saya, ini sangat eksotis. Saya belum pernah melihat festival seperti ini,” ungkapnya. ***