|
Rahmad Pribadi, Direktur Utama PKT dalam sebuah kesempatan/Dok. Humas PKT. |
Bontang – PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) melihat pentingnya memacu
hilirisasi Minyak Kelapa Sawit atau CPO agar industri oleokimia dalam negeri
dapat menghasilkan nilai tambah.
Sementara, Indonesia masih melakukan ekspor sebagian besar minyak sawit mentah
yang belum diolah.
Komoditas Minyak Kelapa Sawit atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan sumber bahan
baku terbarukan (renewable resources) yang sangat banyak kegunaannya bagi
kebutuhan industri dan rumah tangga.
Terdapat berbagai produk Oleokimia turunan CPO yang manfaatnya beragam, mulai
dari kegunaannya untuk bahan bakar alternatif seperti biodiesel, bahan
industri sabun, bahan penghasil busa, bahan pelumas, industri tekstil,
kosmetik, hingga minyak goreng dan margarin.
CPO juga dapat diolah menjadi bahan kimia lanjutan, seperti methyl ester,
fatty alcohol, asam lemak (fatty acid) dan gliserin (glycerine).
Direktur Utama PKT Rahmad Pribadi, mengatakan, dalam rangka melakukan
diversifikasi usaha, PKT tidak hanya mengembangkan industri turunan gas bumi
saja, namun juga akan melakukan pengembangan di industri yang menggunakan
renewable resource.
Dicontohkan, pengembangan industri oleochemical dan turunannya yang merupakan
produk lanjutan dari CPO atau kelapa sawit.
“Langkah ini juga menjadi salah satu strategi pengembangan PKT, guna turut
memaksimalkan potensi sektor kelapa sawit dan memastikan proses peningkatan
nilai tambah dari hilirisasi industri sawit bisa dilakukan sepenuhnya secara
in-house di Indonesia,” terang Rahmad dalam siaran pers, Kamis (15/7/2021).
Data dari Gabungan pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat bahwa ekspor
minyak sawit mentah atau CPO mencapai 28,27 juta ton di 2020, sedangkan produk
turunan oleokimia yang diekspor hasil produksi dalam negeri tercatat hanya
3,87 juta ton, sehingga dapat dilihat hilirisasi produk CPO dalam negeri masih
menyimpan potensi lebih.
Guna memaksimalkan potensi tersebut, saat ini Pemerintah sedang bergerak untuk
memperkuat hilirisasi industri sawit agar dapat tampil sebagai salah satu
sektor andalan perekonomian Indonesia.
Proses mulai dari bahan mentah CPO hingga produk oleokimia turunannya akan
digencarkan untuk dilakukan di dalam negeri, baik untuk kebutuhan substitusi
impor di ranah domestik maupun promosi ekspor.
Upaya hilirisasi industri kelapa sawit di Indonesia saat ini dapat
dikelompokkan menjadi tiga jalur hilirisasi yakni oleopangan, oleokimia dan
biofuel.
Rahmad Pribadi memperlihatkan optimismenya dalam potensi industri oleokimia
hilir di Kaltim, dimana angka produksi CPO di Kaltim saat ini mencapai 4,3
juta ton per tahun.
Saat ini, lanjut Rahmad, belum terdapat industri pengolahan lanjutan oleokimia
di wilayah ini.
Dalam usaha PKT untuk mengolah potensi industri oleokimia di Kaltim dan
Indonesia pada umumnya, PKT tengah melakukan penyusunan kajian untuk membangun
pabrik oleokimia yang akan menghasilkan produk turunan berupa fatty acid
dengan potensi kapasitas produksi sebesar 100 ribu ton per tahun.
Sumber bahan baku, PKT telah memiliki kebun kelapa sawit sendiri dengan luas
sekitar 7.400 Hektar melalui anak usaha, yaitu PT Kalimantan Agro Nusantara
yang merupakan perusahaan kolaborasi dengan PTPN XIII.
Rencana pengembangan fatty acid tersebut menjadi tahap awal bagi PKT untuk
melakukan pengembangan produk turunan oleokimia lainnya berbasis fatty acid
seperti fatty alcohol dan fatty amine pada tahap selanjutnya.
Fatty acid dan fatty alcohol merupakan bahan baku berbagai produk, seperti
sabun dan detergen, plastik, karet, kertas, lubricant, coating, makanan, lilin
dan lain-lain.
Menurut Asosiasi Oleokimia Indonesia (APOLIN), total kapasitas produksi fatty
acid Indonesia mencapai sebesar 5,26 juta Metric Tonne Per Year (MTPY), dengan
pertumbuhan kapasitas yang tidak mengalami peningkatan yang signifikan antara
2017 hingga 2020.
Potensi industri oleokimia yang tengah dikaji oleh PKT ini juga turut
diperkuat dengan kepemilikan berbagai fasilitas pendukung yang saat ini telah
dimiliki oleh Perusahaan.
Sebut saja, lokasi pabrik yang berdekatan dengan sumber bahan baku CPO,
tersedianya utilitas termasuk hydrogen, serta dermaga dengan draught rata-rata
13 m, sehingga dapat memasok bahan baku dan ekspor produk dengan kapasitas
kapal yang cukup besar.
Dalam aspek diversifikasi produk, PKT juga memiliki PreciPalm, yang merupakan
sistem aplikasi rekomendasi pemupukan berbasis Pertanian Presisi (Precision
Agriculture) yang cepat, tepat dan efisien pada perkebunan kelapa sawit.
Teknologi ini dikembangkan bersama dengan tim ilmuwan Indonesia dari Fakultas
Teknologi Pertanian (Fateta) Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk meningkatkan
efisiensi pemupukan lahan kelapa sawit hingga 30% dan mengoptimalkan
produktivitas hasil pertanian kelapa sawit secara sustainable dalam jangka
panjang.
“Harapan kami nantinya PKT dapat berkontribusi dalam kemajuan industri
oleokimia di Kaltim dan Indonesia, demi menempatkan Indonesia sebagai ‘Raja’
hilir sawit pada tahun-tahun yang akan datang,” tutupnya. (rhm)