penyair atau seniman multi talenta Ni Putu Putri Suastini Koster /ist |
Denpasar – Seorang seniman ketika berkreasi akan menimbulkan rasa
bahagia karena pasti didasari dengan hati yang tulus.
“Ini akan memberi energi positif yang membuat imun dan iman kita tetap kokoh
di masa pandemi,” ucap penyair atau seniman multi talenta Ni Putu Putri
Suastini Koster Rabu (17/3/2021).
Karena itu, dia mengapresiasi alih kreasi puisi, lukisan dan sketsa hasil
kolaborasi penyair Dewa Putu Sahadewa dan perupa Made Gunawan yang tertuang
dalam buku puisi ‘Gajah Mina’.
Apresiasi diutarakannya saat memberi pandangan pada acara timbang pandang alih
kreasi puisi, lukisan dan sketsa dalam buku puisi ‘Gajah Mina’ yang
dilaksanakan secara hybrid, perpaduan offline dan online.
Narasumber dan peserta dibatasi untuk hadir di Ruang Sinema Gedung Ksirarnawa
Taman Budaya Provinsi Bali. Ny Putri Koster mengikutinya secara daring dari
ruang kerjanya di Gedung Jayasabha, dan peserta lainnya mengikuti melalui
aplikasi zoom dari lokasi masing-masing.
Putri menyampaikan bahwa terbitnya buku puisi ‘Gajah Mina’ menjadi bukti bahwa
pandemi Covid-19 tak menyurutkan kreativitas seniman Bali dalam berkarya.
Menurutnya, kreativitas yang ditunjukkan oleh para seniman dan budayawan Bali
di tengah pandemi adalah hal yang sangat positif karena berkaitan dengan upaya
mempertahankan imun tubuh.
“Ketika seorang seniman berkreasi, itu akan menimbulkan rasa bahagia karena
pasti didasari dengan hati yang tulus. Ini akan memberi energi positif yang
membuat imun dan iman kita tetap kokoh di masa pandemi,” ucapnya.
Terkait dengan alih kreasi lukisan dan puisi yang tertuang dalam sebuah buku
puisi, Ny Putri Koster menyebutnya sebagai kolaborasi yang apik.
Berdasarkan pengalamannya sebagai seorang penyair, inspirasi menulis puisi
memang kerap muncul setelah melihat sebuah lukisan, foto atau gambar. Dalam
menulis puisi, Putri merasakan inspirasi banyak muncul saat melihat foto atau
lukisan.
“Saat melihat foto bertema gothic, akan lahir puisi bertema seram. Sebaliknya,
foto atau gambar pemandangan akan menjadi inspirasi untuk menulis puisi
bertema romantis. Biarkan rasa dan emosi itu terpancing sehingga lahir karya
puisi yang menarik,” tuturnya.
Berdasarkan pengalaman itu, ia memahami betul apa yang dirasakan penyair Dewa
Sahadewa yang terpancing untuk menulis puisi setelah melihat lukisan karya
perupa Made Gunawan.
Pihaknya berharap, kolaborasi dua seniman ini menjadi inspirasi bagi yang lain
untuk menghasilkan alih kreasi lain yang memperkaya khasanah karya sastra
berupa puisi dan lukisan.
Lebih dari itu, karya apik seperti ini diharapkan mampu menggugah minat
generasi muda agar semakin tertarik membaca puisi sehingga mereka tidak
terbawa arus dan termakan oleh hoax yang banyak bermunculan di berbagai media
sosial.
Dia menyebutkan, Pemprov Bali di bawah kepemimpinan Gubernur Koster memberi
ruang yang lebih luas bagi pengembangan seni-non tradisi melalui pelaksanaan
Festival Seni Bali Jani.
“Pemerintah telah memberi ruang, tugas kita sebagai seniman dan budayawan
adalah mengisi dengan karya yang makin berkualitas agar menjadi tuan di tanah
sendiri hingga mampu go international,” tambahnya.
Selain Festival Seni Bali Jani, Pemprov Bali juga telah memulai proses
pembangunan Pusat Kebudayaan Bali di Gunaksa, Kabupaten Klungkung yang
ditargetkan kelar tahun 2023.
Dia berpendapat, keberadaan Pusat Kebudayaan Bali itu akan menjadi angin segar
bagi seniman dan budayawan Pulau Dewata dalam menghasilkan karya-karya
berkualitas.
Penyair Dewa Putu Sahadewa menyampaikan terima kasih atas pandangan Putri
Koster. Ia menuturkan, buku puisi Gajah Mina terinsipirasi dari lukisan Gajah
Mina karya Made Gunawan.
Lukisan yang menggambarkan makhluk mitos dalam samudera ini sangat memukau
Sahadewa.
Demikian dahsyat getaran yang dirasakan Sahadewa saat memandangi karya Gunawan
sehingga semua puisi tercipta dalam rentang waktu satu bulan.
Kolaborasi ini menjadi makin menarik karena beberapa lukisan Gunawan tercipta
sebagai respon dari karya puisi Sahadewa.
Pujian terhadap kolaborasi penyair dan perupa ini juga disampaikan kritikus
sastra Prof Dr Nyoman Dharma Putra. Ia menyebut karya ini sebagai pasatmian,
sebuah dialog estetik dua seniman yang menghasilkan karya mengagumkan.
“Dalam karya ini, muncul sebuah buku puisi yang terinspirasi dari lukisan. Ke
depannya saya ingin ada juga lukisan yang terinspirasi karya puisi,” imbuhnya.
(rhm)